Pembentukan Lima Badan Baru
25-06-2009
MAKASSAR, BKM -- Kendati sempat menolak, DPRD Sulsel akhirnya menyetujui desakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) agar Pemprov Sulsel membentuk lima badan baru dengan mengacu pada Peraturan Gubernur (Pergub). Namun demikian, DPRD meminta Pergub itu ditindaklanjuti dengan pembuatan Peraturan Daerah (Perda).

Wakil Ketua Komisi I DPRD Sulsel, Muchlis Panaungi mengatakan, penggunaan Pergub untuk membentuk sebuah badan atau dinas boleh dilakukan Pemprov Sulsel. Apalagi, kebijakan tersebut mengacu dari Surat Edaran (SE) Mendagri.
"Tidak masalah, langkah seperti itu bisa dilakukan sambil menunggu perubahan parsial dalam Perda-nya nanti," kata Muchlis Panaungi saat dikonfirmasi, kemarin.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Mardiyanto mengeluarkan SE mengenai pedoman pembentukan badan baru ke Pemprov Sulsel. SE tersebut mengisyaratkan agar Pemprov segera membentuk lima badan baru yakni Badan Narkotika Provinsi, Badan Penanggulangan Bencana Alam, Badan Perizinan Terpadu, Badan Sekretariat Korpri, dan Badan Sekretariat Penyuluhan Pertanian.
Saat SE tersebut dibahas di tingkat dewan, para anggota DPRD Sulsel bersikeras menolak lima badan tersebut dibentuk dengan berpedoman dari Pergub. Mereka meminta agar lima badan baru itu dibentuk atas dasar Perda. Namun, SE mendagri yang kembali mendesak agar lima badan tersebut dibentuk, membuat para wakil rakyat tersebut akhirnya menyetujuinya.
Sekprov Sulsel A Muallim sebelumnya mengaku telah memproses pembentukan lima badan baru tersebut. Dalam waktu dekat, Pergub-nya akan dikeluarkan. "Pemprov siap membentuk badan baru, makanya kami sedang proses," terangnya.
Kendati demikian, Muallim menyayangkan banyaknya peraturan dan kebijakan dari pusat yang sulit disinergiskan pada tahap realisasi. Sebab banyak peraturan yang menghalangi kebijakan dari pusat, termasuk pembentukan lima badan baru tersebut.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemprov Sulsel, Tan Malaka Guntur mengingatkan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk membenahi program kerjanya pada triwulan kedua ini. Jika realisasi anggaran tetap buruk seperti triwulan pertama, Tan Malaka mengaku SKPD akan diberi sanksi.

"Pada triwulan kedua ini, sudah kelihatan mana SKPD yang tidak bagus kinerjanya. Kalau terbukti, pasti ada sanksi," tegas Tan Malaka Guntur di Kantor Gubernur Sulsel, Kamis (25/6).
Menurut Tan Malaka, gGubernur telah menginstruksikan percepatan realisasi anggaran harus dilakukan. Jika instruksi tersebut tidak didengarkan, maka akan ada tindakan khusus.
"Pertengahan Juli kami akan menggelar monitoring realisasi anggaran triwulan kedua. Kita ingin tahu persis apa masalahnya," jelas Tan Malaka.
Pada triwulan pertama, realisasi anggaran SKPD Pemprov Sulsel baik APBN maupun APBD dinilia minim yakni sekitar Rp 16 persen. Idealnya, realisasi anggaran triwulan pertama 25 persen.
Untuk realisasi anggaran APBN, Pemprov hanya berhasil menyerap keuangan sebesar Rp 1.654.893.995 dengan persentase 16,85 persen, sedangkan realisasi fisik hanya 16,92 persen. Sementara realisasi APBD untuk keuangan sebesar Rp 272.004.758.638 dengan persentase 11,89 persen dan realisasi fisik 16,96 persen.
Total anggaran paling besar pada APBN 2009 diperoleh dari tiga departemen yakni Departemen Agama Rp 1.024.358.870, Departemen Pendidikan Nasional Rp 2.533.913.772 dan Departemen Pekerjaan Umum Rp 1.666.625.023.
Dari tiga departemen ini, Departemen Pekerjaan Umum yang memiliki realisasi anggaran yang cukup minim. Dari nilai anggaran yang kucur, Pemrov hanya berhasil menyerap anggaran sebesar Rp 84.997.876 atau 5,10 persen. Sedangkan realisasi fisiknya hanya 5,21 persen .
Sedangkan anggaran paling besar pada ABPD 2009 terdapat pada enam pos anggaran yakni pada belanja bagi hasil kepada Pemprov Sulsel/kabupaten/kota dan Pemdes Rp 499.766.762.251, belanja bantuan keuangan kepada Pemprov Sulsel/kabupaten/kota dan Pemdes Rp 303.829.000.148, Dinas Prasarana Wilayah Rp 184.268.293.300, Belanja bantuan sosial Rp 88.728.561.500 dan Dinas Pendidikan Rp 87.930.576.480.
Pos anggaran yang memiliki realisasi anggaran yang cukup minim terdapat pada belanja bantuan keuangan kepada Pemprov Sulsel/kabupaten/kota dan Pemdes Rp 303.829.000.148. Dari besar anggaran yang kucur, Pemrov hanya berhasil menyerap anggaran Rp 6.248.000.000 atau 2.06 persen. Sedangkan realisasi fisiknya hanya 2.06 persen .
Ketua Komisi I DPRD Sulsel, Burhanuddin Baharuddin mengatakan, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang penolaan keuangan daerah, laporan realisasi triwulan kedua APBD harus diserahkan ke DPRD Sulsel paling lambat akhir Juli 2009.
"Kalau ada SKPD yang memiliki realisasi anggaran tidak sesuai target, kami pasti evaluasi," kata Burhanuddin Baharuddin saat dikonfirmasi, kemarin.
Sabtu, 06-06-2009
Luther, Cleaning Service Kantor Gubernur yang Biayai Adik dan Keponakannya (2-Selesai)

Lantaran begitu besar rasa prihatinnya atas kehidupan adik dan enam keponakannya membuat Luther (50), cleaning service Kantor Gubernur Sulsel tetap bertahan di Makassar. Sudah dua tahun ini, ia bercucuran keringat mencari uang.

Laporan : Trie Suharman

DARI kejauhan, penulis menyaksikan Luther duduk sendiri di sebuah gudang di samping Lapangan Tenis Kantor Gubernur, Kamis (4/6). Tangan kanannya diletakkan di lutut, tubuhnya bersandar ke dinding gudang.
Di dua jemarinya yang berdebu, terlihat rokok yang tinggal setengah batang. Sesekali ia menghisapnya, kemudian asap rokok mengepul dari hidung tuanya diiringi nafas yang tersengal.
Di balik topi kusamnya, penulis memperhatikan sorot mata pria renta itu menerawang. Entah apa yang dipikirkan, yang terlihat hanya pandangan kosong yang mengarah ke lapangan.
"Kalaupun gaji saya kecil, saya tetap bersyukur. Mau kemanaki lagi kerja, untung ada yang bisa dikerja," katanya dalam logat Tana Toraja yang kental.
Sekitar 25 Tahun silam, Luther pernah merantau ke Toli-toli, Sulawesi Tengah. Saat itu, Luther masih berusia 25 Tahun. Sekitar 15 tahun lamanya, ia bekerja sebagai kuli kopra di rantau orang. Tidak hanya itu, ia juga lama bertani di Tana Toraja. Pengalaman keras itulah yang membuat Luther terbiasa hidup dalam kesusahan.
Jelang usianya 30 tahun ia pun menikah dengan gadis pujaannya. Luther sempat hidup bahagia dengan gadis asal Tana Toraja itu. Namun, usia pernikahan yang seumur jagung ternyata tak mampu dipertahankan.
"Kalau pulangki dari kebun, saya juga yang masak nasi," katanya sembari mengakui bahwa sang istri tersebut malas bekerja.
Dengan petunjuk keluarga, iapun bercerai. Beberapa tahun kemudian, ia kembali meminang seorang gadis sekampungnya. Namun nasib memang tak berpihak padanya, ia harus pisah lantaran tidak cocok.
Kendati umur sudah tua, ia mengaku keinginan untuk memiliki seorang istri masih ada. Hanya saja, keingian itu ia tak hiraukan. Ia mengaku lebih memilih membiayai keponakan dan adiknya. "Kupikir tonji, tapi ah tidak maumaka," katanya tertawa kecil lalu kembali menghisap rokoknya.
Sulitnya ekonomi adiknya itu membuat keinginannya untuk pulang di kampung halaman sulit tercapai. Apalagi, Luther masih memiliki dua orang tua yang sudah tidak bisa bekerja. Dua bulan terakhir, kedua orangtuanya itu tinggal bersamanya di Jl Angkasa.
"Itumi juga orang tua yang dibiayai kasihan, jadi yah beginilah hidup," katanya kembali tersenyum kecil. Senyuman yang menyiratkan beban besar, tapi dijalani dengan semangat yang tinggi.


Sabtu, 06-06-2009
MAKASSAR, BKM -- Banyaknya Pilkada Gubernur secara langsung yang ricuh di beberapa daerah membuat pemerintah pusat meninjau ulang aturan tentang Pilgub. Dalam aturan baru nanti, gubernur diusulkan kembali dipilih oleh DPRD atau ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat.

Saat ini aturan yang sudah dalam bentuk Rancangan Undang-undang (RUU) itu tengah digodok di DPRRI. Rencananya RUU ini akan ditetapkan menjadi UU pada akhir 2009 nanti.
Sinyalemen perubahan sistem pemilihan gubernur ini disampaikan Menteri Dalam Negeri, Mardiyanto kepada wartawan usai menghadiri Semiloka Regional Grand Strategi Penataan Daerah Wilayah Timur Indonesia di Kantor Gubernur Sulsel, Jumat (5/6).
Dalam keterangannya, Mardiyanto mengatakan dari dua opsi tersebut, kemungkinan besar yang disetujui adalah pemilihan melalui DPRD. Pasalnya, untuk menunjuk langsung gubernur oleh pemerintah pusat masih cukup sulit dilakukan dan tingkat resistensinya tinggi.
"Kalau kita langsung mengisyaratkan agar pemilihan gubernur dengan penunjukan langsung dari pusat kurang pas karena kita masih mempertimbangkan pada sisi lainnya seperti sistem keterwakilan," kata Mardiyanto.
Lebih jauh mantan Gubernur Jawa Tengah ini mengungkapkan, pertimbangan lahirnya RUU tersebut merujuk dari berbagai sengketa Pilkada di beberapa daerah. Sengketa tersebut, kata Mardiyanto harus diminimalisir dengan lahirnya peraturan baru, supaya sistem demokrasi di Indonesia semakin kondusif.
"Desakan yang lahir dari masalah Pilkada inilah yang membuat kami dengan Komisi II DPR RI mengupayakan lahirnya UU ini. Sebab, gubernur adalah perpanjangan pemerintah pusat di daerah," kata Mardiyanto.

Fungsi Gubernur Diperkuat

Dengan kembali dipilih oleh DPRD, maka fungsi gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat juga akan diperkuat. Mardiyanto mengakui, penyaluran anggaran pemerintah pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus (DAU dan DAK) langsung masuk ke kas kabupaten kota, membawa kecenderungan lemahnya kekuatan gubernur dalam pengembangan infrastruktur.
"Sering saya katakan kepada beberapa departemen, bahwa aliran dana sebaiknya melalui gubernur karena dialah yang tahu persis seperti apa yang ada di daerahnya," ungkapnya.
Olehnya itu, lanjut Mardiyanto, mekanisme penganggaran akan direvisi dengan mengalihkanya ke kas pemerintah provinsi. Pemprov-lah yang akan mengatur penganggaran di setiap daerah.
Tidak hanya itu, gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat juga akan diberikan kewenangan mengevaluasi pemekaran daerah. Kalau saja daerah tersebut dianggap tidak layak untuk mekar, maka gubernur yang berkoordinasi dengan pemerintah pusat berwenang kembali menggabungkan dengan daerah induknya.
"Inilah yang direvisi dalam UU otonomi daerah. Semua ini kami lakukan untuk mengukur kesejahteraan masyarakat melalui kemampuan otonomi daerah," terangnya.
Samentara itu, Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo dalam sambutannya mengakui banyak daerah yang mekar karena kepentingan elite politiknya. Pemekaran yang kelihatannya merupakan aspirasi rakyat, ternyata ditunggangi oleh kalangan tertentu untuk memuluskan langkah politiknya.
"Masalah semacam inilah yang harus menjadi perhatian yang serius. Tidak ada salahnya pemekaran kalau memang daerahnya memenuhi syarat, tapi kalau hanya berlandaskan kepentingan politik. Nah, inilah yang harus dibenahi," tandasnya.

Hemat Anggaran
Adanya usulan agar gubernur kembali dipilih oleh DPRD mendapat sambutan baik dari DPRD Sulsel. Anggota Komisi I DPRD Sulsel, Markus Nari mengatakan, untuk meminimalisir kericuhan dan biaya yang paling tepat adalah gubernur dipilih oleh DPRD.

Menurut kader Partai Golkar ini, jika gubernur dipilih oleh DPRD tidak akan melukai rakyat. Pasalnya, DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat, dimana yang duduk di DPRD adalah para wakil rakyat.
Soal opsi akan tunjuk langsung pemerintah pusat, Markus kurang setuju karena bertentangan dengan semangat otonomi daerah. "Meskipun gubernur perwakilan pemerintah pusat, tapi kalau dipilih langsung pusat, apa gunanya ada otonomi daerah," kata mantan Ketua DPRD Kota Makassar ini saat dikonfirmasi, malam tadi.
Ia menilai, RUU mengenai pemilihan gubernur memang harus disahkan. Pertimbangannya yakni lahirnya beberapa masalah hukum dalam proses demokrasi, sehingga melahirkan pembiayaan-pembiayaan yang cukup besar.
Ia juga berharap rumusan RUU tentang pemilihan gubernur harus melibatkan aspirasi masyarakat. Supaya realisai RUU tersebut bisa dijalankan sesuai mekanisme yang ditetapkan."Kalau tidak melibatkan masyarakat, bisa saja realisasinya tidak efektif lagi," terangnya.
11 Kabupaten/Kota di Sulsel Terima Adipura

Jumat, 05-06-2009
MAKASSAR, BKM -- Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akhirnya mengeluarkan rilis tentang penerima penghargaan Adipura 2009. Sebanyak 11 kabupaten/kota se-Sulsel berhasil menyabet penghargaan tersebut. Makassar tak masuk dalam daftar penerima Adipura tahun ini.


Surat edaran KLH bernomor B-4076/Dep.II/LH/06/2009 menyebutkan, enam daerah diantaranya yakni Pangkajene, Barru, Watansoppeng, Sengkang, Watampone dan Parepare berhasil mendapatkan Piala Adipura.
Sedangkan lima daerah lainnya yakni Sinjai, Masamba, Bantaeng, Pangkajene Sidenreng dan Maros baru mendapatkan Piagam Adipura.
Kepala Badan Pegendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Pemprov Sulsel, Masykur A Sulthan mengatakan, Jumat (5/6) hari ini Piala dan Piagam Adipura akan diberikan langsung kepada kepala daerah yang berhasil meraih perhargaan.
Bagi daerah yang berhasil meraih Piala Adipura akan diserahkan langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara sedangkan peraih piagam akan diserahkan Menteri KLH di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat.
"Kami sangat bersyukur karena pencapaian penghargaan Adipura melebih target. Tahun ini kami menarget 10 daerah yang mendapatkan, tapi ternyata 11 atau lebih satu daerah," kata Masykur A Sulthan via telepon, Kamis (4/6).
Masykur mengaku berada di Jakarta, mendampingi Wagub Sulsel Agus Arifin Numang dan 11 kepala daerah yang akan menerima penghargaan Adipura.
Ia membeberkan, dari 11 daerah peraih Adipura, tiga daerah berhasil memperolehpoin penilaian tertinggi yakni Pangkajene kemudian menyusul Barru, kemudian Watansoppeng.
"Seandainya ikut Palopo, pasti juga mendapatkan penghargaan Adipura," katanya menyayangkan sikap Pemkot Palopo yang terlalu cepat mengambil keputusan, mundur dari penilaian Adipura dengan pertimbangan terjadinya bencana banjir awal tahun ini.
Wakil Gubernur Sulsel, Agus Arifin Numang berharap agar daerah yang belum menerima penghargaan Adipura harus ikut bersaing pada 2010. Ia tak ingin kabupaten/kota hanya berpangku tangan.
Agus sempat menyayangkan Makassar yang tidak meraih Adipura. Ia berharap, Makassar membenahi diri agar bekerjasama dengan masyarakat untuk meraih Adipura tahun depan.
"Seharusnya Makassar bisa lebih baiklah. Apalagi ibu kota provinsi," katanya.
Informasi yang diperoleh sebelumnya, poin Makassar mengalami kemunduran dari tahun sebelumnya. Fenomena sampah di kanal, pasar jorok, kesemrawutan pusat perbelanjaan (mal) dan banyaknya proyek yang sedang berjalan membuat kota yang dipimpin Ilham Arief Sirajuddin ini tidak mendapatkan standar poin yang baik.