Hakim Pengadilan Negeri Makassar, Parlas Nababan, akan meminta kejaksaan menjemput Wali Kota Parepare Zain Katoe secara paksa, jika ada indikasi ia mengulur waktu dengan tidak datang ke sidang putusan kasus korupsi penyertaan modal perusahaan daerah.

"Sepanjang alasannya masih diterima, tidak masalah. Tapi kalau ada indikasi mengulur waktu, kami akan memerintahkan kejaksaan untuk menjemputnya," kata Parlas akhir pekan lalu.

Tapi ia menilai alasan Zain, yang tidak mengikuti sidang pekan lalu karena berdinas ke Jakarta, masih bisa diterima oleh majelis hakim.

Sidang putusan Zain dua kali ditunda. Dua pekan lalu, ia mengaku tidak bisa mengikuti sidang karena mengalami diare. Pekan lalu, ia kembali tidak mengikuti sidang dengan alasan sedang mengikuti rapat penting di Kementerian Dalam Negeri.

Parlas memaklumi dua alasan yang diungkapkan oleh Zain tersebut. Ia mengaku belum menemukan adanya iktikad untuk mengulur waktu persidangan. "Tidak bisa kita paksakan kalau terdakwa sakit. Begitu pula dengan alasan mengikuti sebuah rapat penting yang tidak bisa diwakili orang lain," katanya.

Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Makassar Amir Syarifuddin juga mengaku masih bisa menerima alasan Zain Katoe absen dari persidangan. "Mereka sudah menunjukkan bukti tidak bisa mengikuti persidangan," kata dia.

Mengenai kewenangan untuk menjemput paksa Zain, ia belum bisa memberi penjelasan. "Itu kewenangan majelis hakim," kata dia.

Faizal Silenang, kuasa hukum Zain Katoe, yang dimintai konfirmasi kemarin, menilai majelis hakim memiliki kewenangan untuk memanggil paksa seorang terdakwa. Tapi, selama terdakwa memberi alasan jelas, pemanggilan paksa diharapkan tidak terjadi. "Kami ini patuh terhadap hukum. Tapi kita tidak perlu berandai-andai lah," kata dia.

Faizal juga belum bisa memastikan kapan kliennya bisa mengikuti sidang putusan. "Kita lihat saja nanti," kata dia.

Zain dituntut dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta karena diduga terlibat pemberian modal usaha kepada perusahaan daerah PT Pares Bandar Madani sebesar Rp 1,5 miliar, yang bersumber dari anggaran daerah. Tindakan itu dianggap melanggar peraturan daerah karena modal diberikan secara penuh kepada perusahaan. Seharusnya pemberian modal pemerintah hanya sebesar 51 persen, sisanya modal awal perusahaan 49 persen.

Zain, yang menjabat komisaris dalam perusahaan di bidang perdagangan, industri, dan umum, juga belakangan diduga fiktif. Akibatnya, dia tidak bisa mempertanggungjawabkan anggaran yang dikeluarkan kepada perusahaan. Adapun sidang putusan akan kembali digelar pada Rabu mendatang.

Dalam sidang terpisah pekan lalu, Direktur PT Pares Bandar Madani Fres Lande dijatuhi vonis tiga tahun penjara karena merugikan negara Rp 1,1 miliar. Ia juga didenda sebesar Rp 150 juta dan diminta mengembalikan uang pengganti sebesar Rp 1,1 miliar.

TRI SUHARMAN
Koran Tempo Makassar edisi 31 Mei 2010

Asisten Intelijen Sulawesi Selatan Suyono dicopot dari jabatannya. Sejumlah informasi yang diterima Tempo menyebutkan bahwa Suyono akan ditarik ke Kejaksaan Agung. Surat pencopotan sudah dikirim ke kejaksaan tinggi. "Ia hanya menjadi jaksa fungsional," kata sumber di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.

Suyono adalah mantan Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang. Ia diduga mempermulus pembebasan Gayus Tambunan, pegawai golongan III Direktorat Jenderal Pajak, yang diduga menggelapkan duit Rp 28 miliar, dari vonis pengadilan. Sumber itu menuturkan, Suyono akan digantikan oleh Dedy Siswadi, yang kini Kepala Kejaksaan Negeri Kendari.

Adjat Sudradjat, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat, mengaku telah mendengar informasi pencopotan Suyono. "Ada (informasi penggantian itu)," kata dia. Namun ia tak memastikan kebenarannya. "Kan ada pelantikan," dia menjelaskan.

Mengenai penyebab pencopotan, Adjat enggan berkomentar dengan alasan belum menerima surat keputusan tersebut. Namun, mengenai penggantinya, Adjat mengatakan, "Sudah tahu kok nanya lagi," katanya sambil masuk mobil dinasnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Didik Darmanto menegaskan, Kejaksaan Agung tak pernah mencopot Suyono. "Kejagung tidak mencopot, Suyono hanya dialihtugaskan ke Kejaksaan Agung," kata Didik. Didik mengatakan Suyono hanya saksi kasus Gayus. "Pak Suyono hanya sebagai saksi untuk memberitahukan bagaimana proses pemeriksaan berkas perkara Gayus," kata dia.

Suyono dipastikan sudah mengetahui adanya mutasi karena surat keputusan sudah dikeluarkan pada 4 Mei lalu. "Hanya tinggal menunggu serah-terima jabatan saja," kata dia. Didik menyatakan ada kemungkinan Suyono menjadi kepala subdirektorat. "Saya belum tahu direktorat apa, tapi kemungkinan bagian intelijen," kata dia.

Saat dimintai konfirmasi, Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat Suyono tak memastikan pencopotannya itu. Ia mengiyakan sambil tertawa. "Kata siapa? Info belum masuk," kata Suyono ketika dihubungi kemarin.

Suyono mengaku belum menerima surat resmi pencopotan dan penarikannya ke Kejaksaan Agung. "Kalau kamu dengar infonya dari Kejaksaan Agung begitu, ya, bisa jadi benar," kata dia. "Saya belum menerima surat. Biasanya distribusinya terlambat."

Suyono tak mempermasalahkan jika dicopot dari jabatan Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan-Barat. Dia mengaku selama ini tetap bekerja meskipun digoyang aksi demonstrasi penolakan terhadapnya. "Ya, kerja aja," kata dia.

Mengenai sanksi administrasi berupa tak naik pangkat selama satu tahun akibat menangani perkara Gayus, Suyono lagi-lagi tertawa. "Tanya saja ke Kejaksaan Agung," kata dia.

Sumber Tempo lainnya menyebutkan bahwa Suyono dicopot karena maraknya penolakan kehadirannya oleh para aktivis mahasiswa Sulawesi Selatan. "Ia dirongrong oleh publik," kata dia. Sejak dilantik pada 5 April lalu, Suyono didemo oleh 30 mahasiswa yang tergabung dalam Pena Center selama dua hari. Mereka menganggap Suyono memperburuk citra Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.

TRI SUHARMAN | AYU CIPTA | ROSALINA

Koran Tempo Makassar Edisi 08 Mei 2010
Sumber Foto: Tempointeraktif.com