Kejaksaan Agung akhirnya mengeluarkan hasil pemeriksaan terhadap kasus pemerasan jaksa di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat serta Kejaksaan Negeri Makassar. Hasilnya, empat jaksa diminta dicopot dari jabatannya.

"Tiga dicopot sebagai jaksa dan satu dicopot dari jabatannya," kata Adjat Sudradjat, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat, di kantornya kemarin.

Adjat menjelaskan, empat jaksa itu terbukti menerima uang hingga jutaan rupiah saat menangani sejumlah kasus. Sehingga Kejaksaan Agung memberi hukuman kedisiplinan. "Jadi bukan pemerasan, tapi menerima sejumlah uang," kata dia.

Meski demikian, Adjat mengatakan empat jaksa itu masih diberi kesempatan untuk mengajukan tanggapan atas keputusan tersebut. Tanggapan jaksa, kata Adjat, telah dikirim ke Kejaksaan Agung untuk kembali dikaji, sebelum hukumannya ditetapkan. "Apa tanggapannya itu diterima atau tidak, itu urusan nanti," kata dia.

Adjat juga enggan menyebutkan keempat nama jaksa tersebut. Ia hanya memberi bayangan bahwa jaksa itu berkantor di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat. "Nanti (namanya disebutkan) setelah keputusannya bersifat permanen. Karena bisa saja hukumannya menjadi ringan, bisa pula semakin berat," kata dia.

Ia menambahkan bahwa dirinya juga mengusulkan sejumlah jaksa untuk dicopot dari jabatannya. Salah satunya jaksa dari Kejaksaan Negeri Makassar yang diduga memeras dalam kasus narkotik dan obat terlarang. Namun lagi-lagi Adjat enggan menyebutkan nama dan jumlah jaksa tersebut. "Jangan dululah."

Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung memeriksa sedikitnya sembilan jaksa yang diduga memeras pada Februari lalu. Mereka di antaranya Palio Matandung, Andi Makmur, Aharuddin Karim, Nurhidayah, Wahyudi D. Trijonodi, Andi Muhammad Dachrin, Nurni Parahyanti, dan Rifiyanto.

Nurhidayah, Palio, Makmur, Aharuddin, dan Wahyudi diduga memeras Jusmin Dawi, bos PT Aditya Reski Abadi, tersangka yang menjadi buron kasus kredit fiktif Bank Tabungan Negara Syariah. Kasus pemerasan itu bermula ketika Jusmin membeberkan rekaman percakapan antara dirinya dan sejumlah jaksa ke media. Jusmin mengaku diperas hingga ratusan juta rupiah.

Sedangkan Dachrin dituduh menerima uang sebesar Rp 60 juta dari Ina, istri terpidana narkoba Teksuyanto. Uang itu diberikan dengan maksud agar hukuman suaminya dapat dikurangi menjadi enam bulan. Namun kenyataannya, Teksuyanto dituntut dua tahun penjara oleh jaksa dengan putusan 1 tahun 2 bulan. Karena kesal, Ina akhirnya membuka kisahnya kepada media.

Adapun Nurni dan Rifiyanto adalah jaksa penuntut umum dalam kasus merek sound system. Dalam kasus itu, kedua jaksa tiba-tiba mencabut upaya banding terhadap putusan pengadilan yang memvonis Rusdi, Andre, dan Wempi tanpa alasan jelas. Belakangan muncul isu suap terhadap kedua jaksa itu.

Palio Matandung saat dimintai konfirmasi mengaku belum menerima hasil pemeriksaan dari Kejaksaan Agung. Namun ia kembali membantah kabar bahwa dirinya pernah memeras Jusmin Dawi. "Saya berani berhadapan dengan dia," kata Palio.

Palio mengaku mengalami kesulitan setelah isu pemerasan itu dituduhkan kepadanya. Sebab, ia tidak bisa mengurus sejumlah berkas untuk perbaikan nasibnya di Kejaksaan. "Penyesuaian ijazah saya ditolak, padahal ini belum terbukti," kata dia.

Sementara itu, Nurhidayah saat dimintai konfirmasi juga mengaku belum menerima hasil pemeriksaan itu. "Saya tidak tahu, saya belum terima," kata dia sambil menutup pintu ruangannya.

TRI SUHARMAN
Koran Tempo Makassar
Edisi Jumat 25 Juli 2010
Kasus Pungutan Liar Pasar Pabaeng-baeng

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menetapkan Direktur Perusahaan Daerah Pasar Makassar Raya Djamaluddin Yunus sebagai tersangka. Ia terjerat kasus korupsi lantaran diduga melegalkan pungutan terhadap pedagang Pasar Pabaeng-baeng.

Amirullah, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, menjelaskan bahwa Djamaluddin diancam hukuman di atas 4 tahun penjara. "Ia melakukan pungutan dalam pembagian kios pasar," kata Amirullah ketika ditemui di kantor kejaksaan kemarin.

Djamaluddin, kata Amirullah, segera diperiksa. Namun kejaksaan akan mengorek lebih dulu sekitar 40 pedagang sebagai saksi mulai Kamis mendatang. "Sesuai aturan, kami panggil para saksi dulu, baru tersangka," kata dia.

Saat dimintai konfirmasi melalui telepon selulernya, Djamaluddin tak bersedia menanggapi langkah kejaksaan. "Saya sedang di jalan. Nanti saya tabrakan!" ujar dia. Aktivis Koalisi Mahasiswa Untuk Bangsa Makassar, yang pernah disuruh oleh Djamaluddin mengantarkan surat, salah satunya ke Tempo, menganggap kejaksaan keliru. "Belum melakukan pemeriksaan sudah menetapkan tersangka," ujar Muhammad Syahban Munawir, koordinator kelompok itu.

Kejaksaan Bisa Tahan Djamaluddin

Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Amirullah mengatakan kejaksaan bisa saja menahan Djamaluddin Yunus apabila diperlukan. Untuk menahan seorang tersangka, kata dia, harus memenuhi syarat, di antaranya dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya.

"Kita lihat saja hasil pemeriksaan nanti. Kalau semua unsur terpenuhi, ya, kami tersangka bisa kami tahan," ujar Amirullah saat menjelaskan status Direktur Perusahaan Daerah Pasar Makassar Raya itu sebagai tersangka dalam kasus pungutan pedagang Pasar Pabaeng-baeng kemarin.

Menurut dia, kemungkinan ada tersangka lain sangat terbuka mengingat kasus pungutan pedagang dilakukan atas dasar surat keputusan yang diteken Djamaluddin. Memang, katanya, tidak ada uang negara yang diambil. Dugaan korupsi itu karena tersangka memungut duit masyarakat. "Bukan uang negara," kata dia.

Kejaksaan menemukan bukti adanya pungutan liar terhadap 18 pedagang. Nilai pungutan sekitar Rp 800 juta, yang diperankan oleh petugas pasar. Modusnya sebagian tidak ada bukti pembayaran, sebagian berkuitansi. Besarnya pungutan mulai dari ratusan ribu rupiah hingga di atas Rp 100 juta.

Di tempat terpisah, Wakil Wali Kota Makassar Supomo Guntur menolak menjawab pertanyaan wartawan ihwal kasus Pabaeng baeng. Supomo sangat dinanti Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Makassar untuk menjelaskan perkara tersebut. "Saya tidak tahu kalau itu," kata dia.

Sekretaris Komisi B Hasanuddin Leo mengatakan sudah berusaha memaksa Wakil Wali Kota Supomo untuk berbicara soal pedagang. Namun Supomo menolak dengan alasan banyak agenda penting. "Pusing," kata Hasanuddin.

Sementara itu, belasan pedagang yang dirugikan oleh pungutan liar siap memberikan keterangan kepada kejaksaan. "Akan kami ungkap semuanya," ujar Haji Mustajab, salah seorang pedagang. Menurut dia, Wakil Wali Kota Supomo harus bertanggung jawab atas kasus ini. Supomo pernah mengatakan tidak akan ada pungutan kepada pedagang setelah Pasar Pabaeng-baeng direhabilitasi. "Dia bahkan mempertaruhkan jabatannya jika ada pungutan," ujar Mustajab.

Aktivis Koalisi Mahasiswa Untuk Bangsa Makassar mengancam akan menggelar demo besar-besaran atas penetapan Djamaluddin Yunus sebagai tersangka kasus pungutan. "Kami menuntut penyidik memperlihatkan bukti keputusan penetapan tersangka itu," ujar Muhammad Munawir, koordinator kelompok yang mengaku juga sebagai pendamping pedagang. Namun pedagang tak merasa dibantu oleh aktivis

SK DJAMALUDDIN

Inilah dasar pungutan yang dilegalkan melalui Surat Keputusan Direksi PD Pasar Makassar Raya Nomor 900/29.a/PD.Psr/I/2010 tertanggal 21 Januari 2010, yang diteken Direktur Utama PD Pasar Makassar Raya Djamaluddin Yunus.

1. Front toko Rp 200 juta

2. Kios atau los Rp 25 juta

3. Hamparan Rp 5 juta

TRI SUHARMAN | ABDUL RAHMAN | SUKMAWATI
Koran Tempo Makassar Edisi 09 Juni 2010


Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat akan menelisik proyek pengadaan pin emas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan 2010. Kejaksaan mencium adanya penyalahgunaan anggaran dalam proyek tersebut.

"Kami sudah menerima informasi terkait kasus itu dan akan melakukan pengumpulan bahan keterangan," kata Amirullah, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi, kemarin.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, Sekretariat DPRD Sulawesi Selatan telah menyediakan pin emas bagi 75 anggota Dewan. Setiap anggota menerima dua pin, sehingga total pin yang diberikan sebanyak 150 buah. Dana yang digunakan sebesar Rp 352 juta melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2010.

Sebelumnya, Inspektorat Sulawesi Selatan mendesak sekretariat Dewan mengembalikan dana Rp 176 juta ke kas negara. Inspektorat menduga itu adalah dana yang digelembungkan dari pembelian pin emas.

Amirullah mengatakan, apabila data yang diperoleh Kejaksaan sudah lengkap, kasus akan ditingkatkan pada tahap penyelidikan. Setelah itu dilakukan pemanggilan saksi. "Semua akan kami lakukan secepatnya," kata dia.

Saat ditanya apakah salah satu saksi yang bakal dipanggil adalah Abdul Kadir Marsali selaku Sekretaris Dewan, Amirullah enggan berkomentar. "Nantilah itu, kita kumpulkan data dulu," kata dia.

Sementara itu, Inspektorat Sulawesi Selatan menyatakan siap dipanggil oleh Kejaksaan untuk menyampaikan data dan hasil pemeriksaan proyek pin itu. Azikin Solthan, Kepala Inspektorat Sulawesi Selatan, mengatakan ada kejanggalan dalam pelaksanaan proyek pengadaan pin Dewan itu.

"Pokoknya nantilah dibuka jika betul Kejaksaan meminta," kata dia kemarin. Azikin mengaku belum mengetahui adanya rencana Kejaksaan menyelidiki kasus dugaan penyimpangan itu.

Inspektorat beberapa hari lalu meminta klarifikasi dari Sekretaris Dewan Sulawesi Selatan. Namun Sekretaris Dewan tidak memenuhi permintaan inspektorat tersebut. "Terserah dia (Sekretaris Dewan) kalau tidak memberikan klarifikasi," kata Azikin.

Tenri Olle Yasin Limpo, Ketua Komisi A DPRD Sulawesi Selatan, mengatakan memang ada kejanggalan dalam kontrak proyek pengadaan pin itu. Namun, ia mengatakan, kejanggalan itu hanya berupa kesalahan penulisan pada kontrak.

"Semestinya 150 biji pin Dewan, bukan 150 pasang pin," kata dia.

Hingga kemarin sore, Sekretaris Dewan belum bisa dimintai klarifikasinya karena tidak berada di ruang kerjanya. Telepon selulernya juga tak aktif saat dihubungi.

TRI SUHARMAN | INDRA O Y
Koran Tempo Makassar Edisi 10 Juni 2010
Foto :http://media.tvone.co.id

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Makassar dianggap ikut campur dalam kasus dugaan korupsi pembebasan lahan kampus Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar, yang diusut kejaksaan. Bentuknya, Dewan mengeluarkan rekomendasi agar Kejaksaan Negeri Makassar tidak menahan tersangka korupsi Direktur Politeknik Agus Budi Hartono.

"Kami berpikir ini sudah berlebihan. Tidak perlu (rekomendasi) itu. Cara seperti itu telah masuk pada materi pokok perkara," kata Amir Syarifuddin, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Makassar, sambil menunjukkan surat rekomendasi yang diteken Ketua DPRD Kota Makassar Ince Adnan Mahmud.

Amir mengingatkan bahwa kejaksaan tidak berada di bawah struktur pemerintahan Wali Kota Makassar, sehingga isi surat Dewan yang meminta Wali Kota mendesak kepala kejaksaan dianggap tidak relevan. Ia memastikan bahwa surat rekomendasi itu tidak bakal masuk dalam pertimbangan hukum kejaksaan.

Surat Dewan tersebut berkaitan dengan laporan Komisi A DPRD Makassar, setelah menerima pengaduan pengacara Agus Budi Hartono. Menurut Yusuf Gunco, Ketua Komisi A, penahanan Agus dapat menghambat proyek kampus senilai Rp 1 triliun, yang merupakan kebanggaan Kota Makassar.

"Kami sangat mengharapkan kejaksaan menerima rekomendasi itu, tanpa mengurangi ataupun mengintervensi kewenangannya sebagai penyidik," ujar Yusuf kepada Tempo saat ditemui di ruang kerjanya kemarin.

Yusuf menambahkan, rekomendasi Dewan tidak ditujukan secara langsung kepada kejaksaan. Kejaksaan hanya mendapat tembusan. "Rekomendasi itu kami serahkan ke Wali Kota. Wali Kota yang nantinya menyurati kejaksaan," ujar Yusuf.

Proyek Politeknik Itu

LOKASI KAMPUS:

- Kelurahan Untia, Kecamatan Biringkanaya

- Luas rencana area kampus: 74 hektare

- Yang belum dibebaskan: 18,5 hektare

- Biaya pembebasan: Rp 59 miliar

- Uang negara yang diduga dikorupsi: Rp 14,5 miliar

TERSANGKA:

1. Agus Budi Hartono
Jabatan: Direktur Politeknik
Ditahan sejak 11 Mei, bebas 4 Juni

2. Kasman
Jabatan: Pejabat Pembuat Komitmen sekaligus Kepala Operasional Pelayanan Informatika Politeknik
Ditahan 11 Mei, bebas 4 Juni

3. Zulkifli Nurdin
Jabatan: Camat Biringkanaya
Sempat ditahan pada 18 Mei, beberapa jam kemudian dibawa ke rumah sakit

4. Ardiansyah Rahman
Jabatan: Lurah Untia
Ditahan 11 Mei

SUKMAWATI | TRI SUHARMAN
Terbit di Tempo Makassar 080610