KASUS CELEBES CONVENTION CENTER

"Sudahlah jangan diungkit lagi, saya kira sudah jelas semua."

Mantan Sekretaris Daerah Sulawesi Selatan Andi Tjonneng Malombassang menyebutkan bahwa mantan Gubernur Sulawesi Selatan Amin Syam bertanggung jawab atas dana sebesar Rp 3,45 miliar untuk pembebasan lahan gedung Celebes Convention Center. Menurut dia, anggaran lahan merupakan tanggung jawab gubernur.

"Proyek itu murni dari pemerintah provinsi," kata Tjonneng saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pembebasan lahan gedung Celebes Convention Center di Pengadilan Negeri Makassar kemarin.

Kasus pembebasan lahan gedung Celebes menjerat Sidik Salam, Asisten Administrasi Sulawesi Selatan, yang menjadi terdakwa. Ia diduga melakukan korupsi karena membeli lahan negara seluas 6 hektare di Jalan Metro Tanjung Bunga. Pembelian untuk membangun gedung Celebes itu menggunakan dana dari pemerintah provinsi sebesar Rp 3,45 miliar. Lahan itu dibeli dari Hamid Rahim Sese alias Rahim Sese, yang mengaku sebagai penggarap lahan.

Tjonneng menjelaskan, pembangunan gedung Celebes pada 2005 adalah kebijakan langsung Amin sebagai gubernur. Amin, menurut Tjonneng, juga menunjuk lahan pembangunan gedung Celebes di pesisir Jalan Metro Tanjung Bunga melalui surat yang dilayangkan kepada Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Surat itu diteken oleh Tjonneng atas nama gubernur.

Isi surat itu, Tjonneng melanjutkan, meminta Wali Kota mengurus pembebasan lahan tersebut. Sehingga ia menilai pembebasan lahan adalah tanggung jawab Wali Kota. "Wali Kota yang membentuk tim pembebasan lahan," ujarnya.

Tjonneng juga menyebutkan bahwa Amin sebagai gubernur membentuk tim yang bernama Tim Koordinasi Sulawesi Selatan. Tim itulah yang mengawasi pembebasan lahan dan pembangunan gedung Celebes.

Adapun Amin Syam membantah tudingan bertanggung jawab dalam kasus tersebut. "Saya tidak tahu kalau Pak Tjoneng dipanggil sebagai saksi. Sudahlah, jangan diungkit lagi. Saya kira sudah jelas semua," kata dia saat dihubungi kemarin. Amin menegaskan, sebagai gubernur, dia tidak pernah mengurusi pengeluaran anggaran tentang dana proyek.

Sementara itu, Ilham belum bisa dimintai konfirmasi. Menurut ajudannya, Ilham masih berada di Beijing, Cina, mengikuti workshop penanggulangan bencana. Sedangkan juru bicara Wali Kota Makassar, Mukhtar Tahir, mengatakan tudingan Tjonneng sudah masuk hal-hal teknis. Menurut dia, Panitia 9 atau Tim Pembebasan Lahan-lah yang mengetahui hal tersebut.

TRI SUHARMAN | ARDIANSYAH RAZAK BAKRI | MUH SOPHIAN AS
Koran Tempo Makassar edisi 30 Juli 2010

Jaksa-jaksa tersebut sudah dijatuhi hukuman tingkat berat.

Meski telah melayangkan surat keberatan kepada Kejaksaan Agung, empat penyidik yang diduga melakukan pemerasan tetap dicopot jabatannya sebagai jaksa. Mereka adalah tiga jaksa di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat serta seorang jaksa di Kejaksaan Negeri Makassar. "Terhadap jaksa-jaksa tersebut sudah dijatuhi hukuman tingkat berat. Hukumannya sama kok sebelumnya," kata Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy melalui pesan singkat kemarin.

Namun Marwan enggan menyebutkan keempat jaksa tersebut. "Tidak bisa diumumkan sebelum (keputusan ini) diberitahukan kepada mereka," kata dia. Marwan juga belum bisa menentukan kapan surat keputusan Kejaksaan Agung tiba di tangan keempat jaksa tersebut. Menurut dia, surat keputusan terhadap mereka akan dikeluarkan Jaksa Agung Muda Pembinaan.

Kejaksaan Agung telah memeriksa sembilan jaksa yang melakukan tindakan tidak terpuji karena diduga melakukan pemerasan pada Februari lalu. Para jaksa itu bertugas di kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri.

Di kejaksaan tinggi di antaranya Aharuddin Karim, Andi Makmur, Nur Hidayah, Wahyudi, Haryani A. Gali, dan Nurni Parahyanti. Sedangkan di kejaksaan negeri adalah Andi Dachrin.

Marwan tak mau memberitahukan pertimbangan Kejaksaan Agung sehingga menolak sikap keberatan keempat jaksa tersebut. "Wah, sudah tidak boleh dong jadi bocor, karena bisa menyalahi aturan," katanya.

Ia juga mengaku belum mengetahui proses pemberian hukuman terhadap seorang jaksa yang diusulkan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat Adjat Sudradjat. Sebelumnya, Adjat juga mengusulkan agar satu penyidik dicopot jaksanya.

Juru bicara Kejaksaan Tinggi, Irsan Z. Djafar, saat disambangi di kantornya tidak berada di tempat. Seorang staf Kejaksaan menyebutkan, Irsan sejak Senin lalu berangkat ke Jakarta karena ada urusan dinas. Namun saat dihubungi melalui telepon selulernya tidak diangkat. Pesan singkat yang dikirim Tempo juga belum dibalas.

TRI SUHARMAN
Koran Tempo Makassar
edisi 28 Juli 2010


Kasus Bantuan Sosial

BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sulawesi Selatan menegaskan, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat hingga kemarin belum pernah berkoordinasi berkaitan dengan penanganan kasus dugaan penyelewengan dana bantuan sosial.

Kepala Subbagian Hukum dan Humas BPK Sulawesi Selatan Daniel Sembiring mengatakan lembaganya belum pernah menerima surat dari Kejaksaan untuk berkoordinasi mengusut kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp 8,867 miliar pada 2008 itu. Penjelasan tersebut diperoleh setelah Daniel menanyakan secara langsung kepada atasannya, Kepala BPK Sulawesi Selatan Abdul Latief. "Sampai detik ini belum ada," ujar Daniel, mengutip penjelasan Abdul Latief, kemarin.

Meski begitu, Daniel melanjutkan, BPK siap berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, yang diberitakan masih memantau kasus ini.

Adapun pihak Kejaksaan tampaknya lebih memilih sikap bungkam. Kepala Seksi Ekonomi dan Keuangan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat Samsul Kasim meminta agar hal itu ditanyakan kepada juru bicara Kejaksaan Tinggi, Irsan Z. Djafar.

Tapi Irsan pun enggan berkomentar. Dia malah meminta agar hal itu ditanyakan kepada Samsul. "Kalau hal teknis, saya tidak tahu," katanya. Dia hanya menyatakan Kejaksaan serius menangani kasus itu dan belum mengeluarkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan).

Padahal, dua hari lalu, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat Adjat Sudradjat mengaku segera menghentikan kasus bantuan sosial tersebut. Sebab, Kejaksaan tidak menemukan adanya perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan dalam kasus itu.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Makassar Abdul Muttalib menyatakan sejak awal sudah menduga Kejaksaan tak serius menangani kasus ini. "Logikanya di mana, kalau ada institusi yang memiliki data valid, tidak pernah dikonfirmasi dan berkoordinasi."

Lembaga Antikorupsi Kecam Kejaksaan

"Seharusnya kasus ini sudah masuk penyidikan," ujarnya.

MAKASSAR -- Anti-Corruption Committee (ACC) Sulawesi Selatan, pegiat antikorupsi, mengkritik rencana kejaksaan menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial. Direktur Anti-Corruption Committee Abraham Samad menegaskan, kasus bantuan sosial 2008 sudah pasti mengarah pada korupsi.

"Bohong besar kalau tidak ada unsur pidana korupsi di sana," ujarnya saat dihubungi kemarin. "Mahasiswa semester VI fakultas hukum saja sudah bisa menyimpulkan kasus dana bantuan sosial berimplikasi korupsi."

Menurut Abraham, laporan Badan Pemeriksa Keuangan telah menyatakan anggaran bantuan sosial 2008 yang dikucurkan pemerintah provinsi kepada 926 penerima proposal dinyatakan tidak wajar.

Badan Pemeriksa Keuangan dalam laporan pemeriksaannya menyebutkan, dana bantuan sosial yang dikucurkan pada Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pada 2008 senilai Rp 35,48 miliar diduga terindikasi merugikan keuangan negara. Sebanyak Rp 8,867 miliar dinyatakan positif merugikan keuangan negara.

Namun Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat Adjat Sudrajat menyatakan Kejaksaan tidak menemukan adanya perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan dalam kasus tersebut. Meski mengakui adanya indikasi kerugian keuangan negara, Kejaksaan berkilah bahwa itu belum bisa menjadi dasar untuk menyimpulkan adanya unsur melawan hukum. Karena itu, Kejaksaan berencana menghentikan penyelidikan kasus tersebut.

Abraham menegaskan mendukung sikap Lembaga Bantuan Hukum Makassar yang berencana menggugat Kejaksaan Tinggi berkaitan dengan rencana penghentian penyelidikan kasus tersebut. Apalagi laporan BPK menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer) terhadap laporan keuangan pemerintah provinsi. "Seharusnya kasus ini sudah masuk penyidikan," ujarnya.

Koordinator Komite Pemantau Legislatif Sulawesi Selatan, Syamsuddin Alimsyah, mengatakan kasus ini sudah seharusnya menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebab, menurut dia, Kejaksaan terkesan lepas tangan. "Padahal faktanya jelas," ujarnya.

Menanggapi hal ini, juru bicara Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat, Irsan Z. Djafar, menyatakan Kejaksaan serius menangani kasus itu. Sebab, kasus tersebut masih terus diselidiki. "Kasus ini sedang didalami. Jadi Kejaksaan belum mengeluarkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan)," katanya.

| ICHSAN AMIN | TRI SUHARMAN
Koran Tempo Makassar Edisi 23 Juli 2010