Kasus Korupsi Pembebasan Lahan CCC

Asisten Bidang Administrasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Sidik Salam kemarin ditahan di Kejaksaan Negeri Makassar. Tersangka kasus korupsi pembebasan lahan gedung Celebes Convention Center (CCC) itu ditahan setelah menjalani pemeriksaan lebih dari empat jam.

Sidik sempat mangkir dari pemanggilan jaksa penyidik pada Kamis pekan lalu. "Bukti-buktinya cukup kuat. Tidak ada alasan untuk tidak menahan tersangka," kata Kepala Kejaksaan Negeri Makassar Yusuf Handoko.

Menurut Yusuf, Sidik bertanggung jawab atas lenyapnya Rp 3,4 miliar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sulawesi Selatan. Pembebasan lahan berlangsung ketika Sidik menjabat Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Selatan. "Dia sebagai pemegang kas dalam proses pembebasan lahan," ujar Yusuf.

Sidik sempat meronta ketika sejumlah jaksa memegang erat tangannya. Dia lantang berucap, "Saya dikorbankan. Saya dizalimi. Tim 9 yang mestinya bertanggung jawab." Tim 9 yang dimaksudkan Sidik adalah panitia pembebasan lahan yang dipimpin oleh Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin.

Ahmad Farid, kuasa hukum Sidik Salam, menambahkan, Ilham-lah yang bertanggung jawab selaku ketua pembebasan lahan di Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar, tersebut. "Klien saya hanya bertugas membayar ganti rugi," ujarnya. Farid mendesak kejaksaan memeriksa Wali Kota Makassar.

Kasus lahan CCC berbuntut korupsi lantaran tanah yang dibebaskan ternyata milik negara, yang tak berpenghuni. Namun, lahan itu diklaim oleh warga, salah satunya Abdul Hamid Rahim alias Rahim Sese, yang divonis empat tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta. Terpidana juga harus membayar uang pengganti senilai Rp 2,5 miliar. Dalam perkara ini kejaksaan menemukan kerugian negara Rp 3,4 miliar.

Ilham, yang dimintai konfirmasi oleh Tempo, menyangkal terlibat perkara dugaan korupsi Sidik Salam. Kendati dirinya Ketua Tim 9 atau panitia pembebasan lahan, Sidik tidak bisa campur tangan langsung mengatur teknis pembebasan. "Saya hanya terlibat proses administrasinya. Secara teknis diatur Badan Pertanahan Nasional Makassar," kata Ilham.

Kalaupun Tim 9 harus bertanggung jawab, bukan dirinya saja yang menanggung. Anggotanya terdiri atas wakil BPN, camat, dan lurah. "Saya tidak sendiri di tim," kata dia. Soal adanya desakan supaya kejaksaan memeriksa, Ilham mengatakan, "Nanti kita lihat."

APBN 2005 Kucurkan Biaya Gedung CCC Rp 60 Miliar

-Rp 27,144 miliar untuk exhibition hall
-Rp 9,393 miliar buat plenary hall
-Rp 11,4 miliar untuk ballroom
-Rp 7,9 miliar side development
-Rp 4,7 miliar dana untuk tambahan pembuatan tanggul

2005
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Kota Makassar membentuk Tim 9.

Ketua: Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin
Anggota:

-Perwakilan BPN Makassar
-Asisten Bidang Pemerintahan Makassar
-Kepala Bagian Pemerintahan Makassar
-Camat
-Lurah

Dana pembebasan lahan Rp 4 miliar

5 September 2006
Sidik Salam selaku pemegang kas pembebasan lahan CCC, waktu menjabat Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Selatan.

4 Agustus 2009
Abdul Hamid Rahim alias Rahim Sese divonis empat tahun penjara. Denda Rp 200 juta dan membayar uang pengganti Rp 2,5 miliar atau tambahan hukuman dua tahun, jika tak sanggup membayar.

8 April 2010
Sidik Salam ditahan Kejaksaan Negeri Makassar.

TRI SUHARMAN | IRMAWATI

terbit di Koran Tempo Makassar 09 April 2010
sumber foto : http://picasaweb.google.com


Mahkamah Agung tengah menyiapkan pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Makassar. Rencana itu harus sudah terwujud paling lambat pada 2011. Makassar terpilih karena dianggap memiliki potensi korupsi besar untuk wilayah timur Indonesia.

"Sehingga harus diawasi melalui Pengadilan Tipikor agar bisa mengurangi potensi korupsi di Makassar," ujar Ardhian, Ketua Biro Pengawasan Hakim Komisi Yudisial, setelah dialog di Warung Kopi Phoenam kemarin.

Menurut dia, tingkat korupsi di Kota Makassar sangat tinggi, sama seperti enam wilayah lain, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Samarinda, Palembang, dan Medan.

Ardhian mengungkapkan potensi korupsi Makassar diukur dari besarnya jumlah anggaran pendapatan dan belanja daerah yang dikelola setiap tahun, sumber daya alam, potensi konflik, serta kekerabatan alias kolusi pejabat maupun tokoh masyarakat yang kental.

Dialog dihadiri anggota Komisi Reformasi Hukum Nasional, Muji Kartika Rahayu; anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Lies Sulistiyani; Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat Heny Widyaningsih; dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Makassar Muhammad Muthalib.

Ia menambahkan, pembentukan Pengadilan Tipikor di sebuah tempat juga berdasarkan aduan warganya terhadap perilaku jaksa dan hakim. Komisi Yudisial, kata dia, mengungkapkan perilaku jaksa nakal di Makassar cukup besar. Untuk seluruh Indonesia berjumlah sekitar 8.000 aduan.

Ia menjelaskan, dibentuknya Pengadilan Tipikor berdasarkan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009, ketika adanya anggapan bahwa penanganan korupsi di suatu wilayah terkesan dualisme. Perkara korupsi diperiksa oleh dua lembaga peradilan yang berbeda, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi dan pengadilan umum, sehingga merugikan sejumlah pihak.

Keistimewaan Pengadilan Tipikor adalah jajaran penegak hukumnya hakim ad hoc yang diseleksi oleh Mahkamah Agung. Ia mendapat informasi bahwa Mahkamah Agung kini kesulitan penjaringan hakim ad hoc. Selain membutuhkan waktu lama, mencari hakim yang independen sulit. "Sekarang MA akan melakukan rekrutmen," katanya.

Heny Widyaningsih meyakini pembentukan Pengadilan Tipikor dapat mengurangi tindak pidana korupsi di Kota Makassar. "Ini terobosan untuk penuntasan kasus korupsi di sini," ujar dia.

Namun langkah ini diragukan efektivitasnya oleh Direktur Lembaga Bantuan Hukum Makassar Muhammad Muthalib. Menurut dia, Pengadilan Tipikor bisa saja senasib dengan pengadilan umum, yang kesulitan menyelesaikan kasus karena sumber daya manusianya yang kurang bagus.

Abraham Samad, pengamat hukum, mengatakan keterlibatan hakim ad hoc tidak bisa menjadi tolok ukur berhasilnya pemberantasan korupsi. Hakim ad hoc juga harus diawasi ketat. "Mereka bukan malaikat," katanya.

TRI SUHARMAN

terbit di Koran Tempo Makassar edisi 08 april 2010
sumber foto : http://blog.imanbrotoseno.com/
Palang Merah Indonesia Makassar melaporkan sebanyak 36 dari 3.000 kantong darah yang disumbangkan para pendonor pada 2009 positif terinfeksi HIV. Muchtar Tahir, pengurus PMI Makassar, mengatakan kasus itu ditemukan setelah memeriksa setiap kantong darah yang telah diisi oleh pendonor. "Tetapi sudah kami musnahkan," kata Muchtar dalam rapat koordinasi dengan Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Makassar di Balai Kota siang ini.

Muchtar mengaku pihaknya masih mengantongi nama-nama pendonor yang positif HIV/AIDS itu. Ia berharap Komisi bisa menangani terhadap mereka. "Selama ini koordinasi ke pemerintah belum dilakukan, tetapi kami siap memberikan data bila dibutuhkan," katanya.

Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Makassar Supomo Guntur meminta PMI lebih selektif mendistribusikan kantong darahnya ke rumah sakit. Ia khawatir darah yang diberikan kepada pasien malah terinfeksi HIV/AIDS.

"Itu sangat berbahaya bagi masyarakat. Saya minta pengawasannya bisa diperketat. Sebaiknya ada alat pendeteksi secara dini," katanya.

Supomo yang juga Wakil Wali Kota Makassar itu berjanji akan membicarakan kasus itu secara internal. Kemudian meminta instansi yang terkait seperti Dinas Kesehatan dan Sosial bisa mengambil langkah tegas.

Ketua Palang Merah Indonesia Makassar Syamsu Rizal mengimbau masyarakat tidak panik dengan adanya temuan kantong darah yang terinfeksi HIV.
"Kami memiliki laboratorium khusus untuk memeriksa darah sebelum dibawa ke rumah sakit. Ketepatan pemeriksaan laboratorium 99,9 persen," katanya.

Rizal menjelaskan, pihaknya telah melakukan proses pendonoran darah secara ketat. Warga yang ingin mendonorkan darah harus menjalani pemeriksaan teknis berupa tekanan darah, berat badan dan usia.

Setelah dinyatakan tidak ada masalah, kata Rizal, warga memasuki proses pendonoran darah. Darah yang sudah berada dalam kantong kemudian dibawa ke laboratorium untuk diperiksa, supaya bebas dari penyakit kelamin, hepatitis, dan HIV/AIDS.

"Darah yang dinyatakan sehat akan disimpan ke bank darah untuk keperluan rumah sakit. Sedangkan yang terinfeksi penyakit langsung dimusnahkan," katanya.

Mantan Legislator Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Makassar dari Partai Demokrasi Kebangsaan itu membenarkan bahwa jumlah darah yang terinfeksi HIV/AIDS tahun lalu sebanyak 36 kantong. Jumlah itu meningkat dari 16 kantong di 2008.

"Untuk tahun ini kami sudah menemukan satu kantong yang terinfeksi HIV/AIDS," katanya.

Ia menambahkan bahwa pihaknya tidak lepas tangan terhadap pendonor yang terinfeksi HIV/AIDS. Sebab alamat lengkap yang sudah tercatat sebelum mendonor diberikan kepada Komisi Penanggulangan HIV/AIDS untuk ditangani.

TRI SUHARMAN

sumber : tempointeraktif
sumber foto : http://img.m.kompas.com