Program bantuan hukum gratis untuk warga miskin yang diterapkan Pemerintah Kota Makassar diduga telah dimanfaatkan oleh orang mampu. Dari 11 kasus yang sedang ditangani pemerintah kota, empat pelapor di antaranya berprofesi layaknya orang mampu. Mereka adalah Akbar Hasan (Pemimpin Redaksi Tabloid Gema), Ilyas Saliman (pensiunan pegawai negeri sipil), Syamsuddin (wiraswasta), dan Baso Daeng Naba (pedagang).

Takbir Salam, Kepala Subbagian Bantuan Hukum Kota Makassar, mengakui adanya warga mampu yang meminta bantuan hukum secara gratis. Namun permohonan itu akan ditolak. "Program bantuan hukum hanya diberikan kepada warga miskin," kata dia kemarin.

Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah surat keterangan miskin dari kelurahan. Menurut Takbir, pihaknya telah menemukan beberapa pelapor yang tergolong warga mampu. Salah satunya Akbar Hasan, Pimpinan Redaksi Tabloid Gema. Warga Jalan Maccini Baru itu melaporkan dugaan penipuan dan penggelapan sejumlah uang dalam bisnisnya. "Kami tidak lanjuti laporannya."

Takbir menambahkan, dari 11 kasus yang dilaporkan warga, hanya empat yang telah diserahkan kepada tim bantuan hukum pemerintah kota, yang diketuai oleh Hasbih Abdullah, di antaranya laporan kasus tanah di Sudiang oleh Darwis, imam masjid Kelurahan Sudiang, Kecamatan Biringkanayya. Palloho bin Jumalang, petani di Kelurahan Paccerakkang, Kecamatan Biringkanayya, melaporkan masalah tanah. Sedangkan Nurlina, ibu rumah tangga warga Jalan Kandea, melaporkan kasus kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Barru.

Hasbih Abdullah mengaku telah menyelesaikan dua kasus, yakni kasus Darwis dan Nurlina. Menurut dia, pihaknya tidak mengurusi warga mampu yang memanfaatkan program bantuan hukum itu. Sebab, proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah kota. Pihaknya hanya menangani proses hukumnya.

Mustagfir Sabri, snggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Makassar, menilai titik masalahnya adalah sosialisasi yang kurang sehingga program tersebut dimanfaatkan warga mampu. Ia yakin, bila sosialisasi dioptimalkan, seluruh warga akan mengetahui syarat program itu.

"Sampai sekarang kami belum punya data yang valid, apa memang masyarakat sudah tahu program bantuan hukum gratis itu," kata dia.

Politikus Partai Demokrasi Kebangsaan itu mengatakan sosialisasi program tak hanya dilakukan melalui media massa, tapi pemerintah harus terjun langsung ke masyarakat. "Seperti kita ketahui, warga miskin jarang baca koran, jadi besar peluang mereka tidak tahu," ujarnya.

Ia mendesak agar janji pemerintah memberikan bantuan hukum secara gratis kepada warga miskin dipenuhi. Menurut dia, warga miskin membutuhkan perlindungan hukum untuk memenuhi haknya. "Semua orang punya hak untuk mendapat bantuan hukum, tapi warga miskin harus dikedepankan," katanya.

TRI SUHARMAN

Terbit di Koran Tempo Makassar edisi 230310
Sumber foto : http://politikana.com
Sejumlah tokoh lintas agama meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak ragu datang ke Makassar untuk membuka Muktamar Nahdlatul Ulama ke-32 besok. Walau bakal marak aksi demo, Makassar cukup aman untuk dikunjungi kepala negara.

"Kami sangat berharap Bapak Presiden tak ragu untuk datang," kata Nyoman Suartha, Ketua Persatuan Hindu Dharma Indonesia, Sulawesi Selatan, dalam jumpa pers Persiapan Muktamar Nahdlatul Ulama di Hotel Clarion Hotel, Sabtu lalu. "Tiga tahun lalu kami menggelar kegiatan keagamaan dan Presiden mau datang. Sekarang kami berharap beliau juga hadir pada acara saudara kami, umat Islam," ujarnya.

Hal yang sama dikemukakan pendeta Daniel Sopamina, perwakilan dari Persatuan Gereja Indonesia Wilayah Sulawesi Selatan dan Barat. Menurut dia, Makassar adalah wilayah yang memiliki tingkat keamanan yang terjaga. "Kalau ada yang bilang Makassar tidak aman, itu dosa," katanya. Daniel mengungkapkan, kerusuhan yang terjadi di Makassar sebenarnya tidak terlalu parah sebagaimana diberitakan media massa.

Kiai Haji Abdul Rahman, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Sulawesi Selatan, juga meminta masyarakat memperlihatkan sifat santun dan ramah kepada setiap tamu. "Orang tua kita rela berutang demi tamu. Sekarang harus ditumbuhkan kembali sifat itu," katanya.

Alwiuddin, Sekretaris Muhammadiyah Sulawesi Selatan, menimpali, memilih tempat digelarnya muktamar tidak gampang. Banyak daerah yang mengajukan tempat tapi ditolak. "Oleh sebab itu mari kita sukseskan kegiatan ini. Kalau sukses dan aman, kita semua akan merasakan senang," katanya.

Pada saat yang sama, Pemerintah Kota Makassar menjamin kelancaran Muktamar NU yang dibuka oleh Presiden. "Kami berjanji selama muktamar tidak akan ada demo," ujar Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin.

Makassar, kata dia, sering diidentikkan dengan wilayah tak aman dan kota yang selalu dihiasi unjuk rasa yang berakhir rusuh. "Muktamar NU baru pertama kali digelar di luar Jawa. Harus kita tunjukkan citra yang baik," imbau Ilham kepada aktivis yang hendak mendemo Presiden.

Gubernur Syahrul Yasin Limpo menginstruksikan kepada aktivis mahasiswa untuk tidak mengganggu kedatangan Presiden dengan kasus Bank Century. Menurut Syahrul, persoalan Century mesti dikesampingkan dulu. Dia mengajak mahasiswa lebih melihat sisi positif dengan kedatangan Presiden. "Kalau suasana kurang baik, investasi tidak akan mau masuk ke Sulawesi Selatan," tutur Syahrul.

TRI SUHARMAN | SULFAEDAR PAY

Terbit di Koran Tempo Makassar edisi Senin 22032010
Sumber foto : http://eddymesakh.files.wordpress.com
Pemerintah Kota Makassar terpaksa menaikkan biaya retribusi sampah karena tertekan oleh biaya operasional yang terus meningkat. Tahun lalu, pemerintah kota sampai merogoh kocek hingga Rp 15 miliar untuk membuang sekitar 400 ton sampah per harinya.

"Retribusi yang bisa ditarik selama setahun hanya Rp 2 miliar," kata Muhammad Kasim, Kepala Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar, kemarin. Biaya itu sebagian besar untuk belanja solar buat 140 unit truk dan gaji petugas serta pegawai tetap lebih dari 400 orang.

Dia menjelaskan, sumber pendapatan pengelolaan sampah antara lain dipungut dari pedagang pada 10 pasar tradisional, sekitar Rp 6 juta per bulan. Dari permukiman penduduk, yang retribusinya antara Rp 2.000-10 ribu per bulan. "Kalau tidak ada penyesuaian tarif, pemerintah akan terus mengalami kerugian," katanya.

Ia berharap kenaikan tarif dapat mendongkrak pendapatan dari sampah pada 2010 menjadi Rp 6,5 miliar. Angka ini masih jauh dari biaya operasional yang diproyeksikan, yakni Rp 17 miliar.

Itu lantaran terdapat empat kecamatan tambahan yang harus ditangani kantor dinas ini, yaitu Wajo, Biringkanayya, Mamajang, dan Ujungtana. "Sampah di wilayah itu sebelumnya dikelola Perusahaan Daerah Kebersihan. Setelah perusahaan dihapus, urusan sampah menjadi tanggung jawab kami," ucap dia.

Dalam Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 1999 tentang Persampahan, tarif sampah dari rumah-toko yang menyatu dengan rumah tinggal ialah Rp 45 ribu per bulan. Dalam aturan yang baru nanti akan naik menjadi Rp 60 ribu per bulan. Rumah dan toko di kawasan perdagangan, yang semula Rp 35 ribu, retribusinya menjadi Rp 45 ribu per bulan. Pelayanan angkutan sampah sistem kontainer ukuran 6 sampai 10 meter kubik dari Rp 100 menjadi Rp 140 ribu.

Pemerintah berjanji tarif yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Daerah Pengelolaan dan Retribusi Persampahan/Kebersihan tidak membebani warga. Kenaikannya sudah mempertimbangkan pendapatan per kapita 1,5 juta warga Makassar, yakni Rp 24,05 juta. "Tarif baru dipandang terjangkau oleh warga," kata Wakil Wali Kota Makassar Supomo Guntur.

Supomo menambahkan, besarnya tarif dipicu oleh besarnya dana operasional sarana dan prasarana persampahan serta pembelian bahan bakar minyak. "Tujuan utamanya agar tercipta kota yang bersih dan warga peduli dengan kebersihan," ujarnya.

TRI SUHARMAN

terbit di koran tempo makassar edisi 19 maret 2010
sumber foto : http://agung43150.files.wordpress.com
PT Putra Putra Nusantara, selaku pengelola Pulau Kayangan, menganggap Pemerintah Kota Makassar tidak adil. Tunggakan royalti perusahaan senilai Rp 920 juta hasil temuan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mesti ditinjau kembali.

"Royalti itu timbul karena adanya kesepakatan membuat usaha. Tapi usaha di Pulau Kayangan tidak berjalan. Kalau kami dipaksa membayar, di mana rasa keadilannya," kata Andi Januar Jauri Darwis, juru bicara PT Putra Putra Nusantara, kemarin.

Menurut Januar, sejak 2006 perusahaannya mendesak pemerintah kota agar merevisi perjanjian kerja sama. Perjanjian yang sudah diteken sulit diterapkan karena terbentur oleh perizinan. Bisnis yang hendak dibangun adalah sebuah usaha ilegal, seperti lokalisasi dan perjudian.

Januar mengaku sudah memperkirakan bakal sulit mewujudkannya. Selain tersandung di meja hukum, hal itu akan mengundang reaksi publik. "Pemerintah mengabaikan hak kami. Giliran menyangkut uang, kami ditagih tanpa mempertimbangkan nasib kami," katanya.

PT Putra, menurut Januar, tidak bakal mampu membayar tunggakan itu. Sebab, keuntungan yang diperoleh tak seberapa. Manajemen bersedia dipanggil untuk mengkaji kembali kerja sama itu. "Komitmen kami sebagai pengelola pasti menyelesaikan kewajiban, tapi pemerintah juga harus mempertimbangkan hak kami," ujar Januar.

Rusmayani Madjid, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Makassar, menyambut baik niat PT Putra. "Kami juga tidak mau ada yang dirugikan," kata dia seraya menambahkan bahwa pemerintah ingin bertemu dengan PT Putra untuk membicarakan masalah tersebut.

Surat dari pemerintah sudah dilayangkan ke PT Putra pada Rabu lalu. "Kalau sudah tiga kali dipanggil lantas tidak datang, kami akan menyerahkan masalah ini kepada tim penegakan peraturan daerah," katanya.

Berdasarkan perjanjian Nomor 556.1/023/S.PERTA/DIPARDA, PT Putra mendapat hak mengelola Pulau Kayangan dekat Pantai Losari selama 25 tahun, terhitung mulai 2003. Sebagai konsekuensinya, PT Putra dibebani royalti setiap tahunnya sebesar Rp 1,3 miliar. Mulai 2003 hingga 2009, PT Putra baru sanggup membayar Rp 253 juta, sehingga menunggak Rp 920 juta.

TRI SUHARMAN

terbit di koran tempo makassar edisi 19 maret 2010
sumber foto : http://www.pacamat.com





Dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau, disebutkan setiap pekarangan rumah, kantor, hotel, pabrik, dan bangunan yang berfungsi untuk perdagangan wajib ada tanamannya. Barang siapa tidak menaati kewajiban itu, akan dikenai sanksi pidana kurungan paling lama enam bulan dan denda Rp 5 juta.

Rancangan usulan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Makassar itu juga disebutkan setiap lahan seluas kurang dari 120 meter persegi wajib ditanami minimal 1 pohon pelindung, areal di atas 120 sampai 240 meter persegi ditanami satu pohon ditunjang dengan taman. Berikutnya tanah seluas 240 hingga 500 meter persegi harus ditanami 2 pohon, dan tanah seluas di atas 500 meter persegi wajib ditanami 3 pohon.

Sedangkan tanah yang sulit ditanami pohon karena lokasinya sempit, harus ditunjang dengan tanaman bunga dengan sistem pot dan taman gantung. Dalam aturan ini juga berlaku bagi pengusaha perumahan, mereka diwajibkan untuk melakukan penghijauan pada lokasi jalur hijau dengan seizin pemerintah setempat.

Untuk kantor, hotel, pabrik dan bangunan perdagangan dengan luas tanah sekitar 120 hingga 240 meter persegi wajib ditanami satu pohon pelindung dan bangunan dengan luas tanah diatas 240 meter persegi wajib ditanami tiga pohon.

Stefanus Swardi Hiong, juru bicara Rancangan Peraturan Daerah Penataan dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau DPRD Makassar mengatakan, kualitas lingkungan sejumlah kota besar termasuk Makassar semakin buruk. Itu dipicu oleh tingginya tingkat pencemaran udara akibat kendaraan dan industri, terjadinya banjir dan pemanasan global.

Permasalahan lingkungan, mengakibatkan warga mengalami stres karena terbatasnya ruang yang tersedia. Sehingga memicu meningkatnya kerawanan sosial. "Olehnya itu kita semua perlu menjaga lingkungan," kata politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Metode dalam menjaga lingkungan, kata dia, membutuhkan sistem yang cukup ketat. Salah satunya memberi kewajiban bagi warga untuk menanam pohon dan memberikan sanksi bagi warga yang melanggar. Dalam rancangan aturan, pengawasan sanksi dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja yang diwajibkan melakukan patroli setiap saat.

Asisten Pemerintahan Makassar, Ruslan Abu, mendukung usulan Dewan. Sebuah kota harus menjaga lingkungannya supaya menciptakan kenyamanan. Peraturan ini masih dalam tahap penggodokan. "Kami belum teliti seperti bagaimana isi aturannya," katanya.

TRI SUHARMAN

Bisa pula di baca di http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2010/03/19/brk,20100319-233694,id.html
sumber foto : http://edu2000.org



Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Sulawesi Selatan mendesak Pemerintah Kota Makassar agar PT Istaka Karya selaku kontraktor pembangunan Gedung Tower Balai Kota Makassar diberi sanksi sebesar Rp 200 juta. Badan Pemeriksa menemukan adanya indikasi pelanggaran dalam pembangunan proyek tersebut.

Kepala Bidang Bangunan Gedung Dinas Pekerjaan Umum Makassar Tajuddin Lamase mengatakan, dalam surat Badan Pemeriksa yang dilayangkan ke Pemerintah Kota sejak Februari 2010, PT Istaka diduga telah melanggar kontrak pembangunan gedung, sehingga harus dikenai sanksi.

Dugaan pelanggaran kontrak itu ditemukan pada saat PT Istaka melakukan pengerjaan proyek setelah masa kontrak habis. Sesuai kesepakatan dengan pemerintah kota, masa kontrak proyek dimulai sejak pertengahan 2009 dan berakhir pada 31 Desember 2009.

"Namun ditemukan ada aktivitas pembangunan di lantai dua gedung pada awal 2010," katanya di Makassar, Senin (15/3).

Dari hasil temuan itu, Badan Pemeriksa mendesak Pemerintah Kota memberi sanksi kepada PT Istaka berupa penambahan waktu pengerjaan selama 30 hari. Waktu pengerjaan dibiayai Rp 8 juta per hari, dengan total biaya Rp 240 juta.

Tajuddin mengatakan, sanksi itu sesuai Keputusan Presiden Nomor 80 tentang pengadaan barang dan jasa yang menyebutkan sanksi dihitung dengan biaya satu per seribu per hari.

Tajuddin menuturkan, pihaknya telah mengirim surat balasan kepada Badan Pemeriksa sejak akhir Februari 2010. Isi surat mengenai permintaan Pemerintah Kota agar Badan Pemeriksa melakukan pengkajian secara mendalam terhadap dugaan pelanggaran itu.

"Saya belum tahu kapan surat balasan dari BPK kembali dikirim pada kami. Tapi kalau memang BPK tetap mengusulkan ada sanksi, pasti akan diakomidir," katanya.

Ia menambahkan, desakan Badan Pemeriksa belum diberitahukan kepada PT Istaka. "Nanti ada penetapan kebijakan, baru mereka disurati," katanya.

Gedung Tower Balai Kota Makassar adalah proyek yang mulai dibangun sejak zaman Wali Kota Amiruddin Maula sekitar 2003. Pada periode Wali Kota Ilham Arief Sirajuddin 2004 silam, proyek mulai dibangun, namun sempat mandek.

Saat itu Badan Pemeriksa juga menemukan adanya dugaan pelanggaran oleh kontraktor karena proyek tidak selesai sesuai masa kontrak, sehingga kontrak kerja sama pembangunan proyek diputus.

Pertengahan 2009, tender pembangunan finishing proyek berupa pemasangan lift, mesin penyejuk, dan listrik dimenangkan oleh PT Istaka. Dana yang digelontorkan Pemerintah Kota sebesar Rp 9 miliar.

TRI SUHARMAN

terbit pula di : http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/2010/03/15/brk,20100315-232668,id.html
sumber foto : http://foto.detik.com/
Masyarakat Transportasi Indonesia Sulawesi Selatan memperkirakan terjadinya kerugian warga akibat unjuk rasa mencapai Rp 200 juta perhari. Kerugian itu dipicu oleh kemacetan yang terjadi pada dua jalan utama yang menghubungkan pusat Kota Makassar dengan daerah sekitarnya yakni Jembatan Layang Jalan AP Pettarani dan Jalan Sultan Alauddin.

Hasil analisis Sekreatir Masyarakat Transportasi Indonesia Sulawesi Selatan Lambang Basri Said menyebutkan, kerugian itu dihitung dari efek domino yang terjadi akibat unjuk rasa yang berujung rusuh itu. Misalnya, waktu tempuh tujuan yang molor hingga mengakibatkan pemborosan bahan bakar minyak, kelancaran usaha warga terancam, dan nilai stres yang harus dipulihkan pascakemacetan.

Ia menjelaskan, kemacetan akibat unjuk rasa itu bisa berdampak mulurnya jarak tempuh hingga 3 jam sebelum dan setelah terjadinya aksi. Akibatnya, mesin kendaraan yang terus menerus beroperasi mengalami pemborosan bahan bakar dua kali lipat dari kebutuhan saat arus lalulintas normal.

Hal itu dialami oleh 600 ribu warga yang menggunakan jalur transportasi selama 10 jam perhari di Makassar. "Mereka menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil dan motor dan kendaran umum seperti Petepete," kata Lambang melalui sambungan telepon, kemarin.

Begitupula dengan kelancaran usaha warga. Lambang menuturkan dari 600 ribu warga pengguna jalan, terdapat sekitar 70 ribu orang yang masuk dalam kategori tenaga kerja aktif. Terjadinya unjuk rasa membuat produktivitasnya berkurang, kontrak kerja bisa tertunda hingga mengalami kerugian besar.

Sedangkan stres yang dialami warga akibat kemacetan dan anarki unjuk rasa membuatnya harus merongok kocek cukup dalam untuk pemulihan otak. Berbagai pertunjukan maupun wisata menjadi sasaran, sehingga terjadi penambahan biaya hidup perharinya.

Sementara itu, Pemerintah Kota Makassar harus merongok kocek hingga ratusan juta rupiah untuk mengembalikan fungsi fasilitas umum yang dirusak oleh mahasiswa, saat menggelar unjuk rasa sejak Rabu lalu.

Dalam aksi yang berujung rusuh itu, terjadi kerusakan puluhan rambu lalulintas, papan petunjuk jalan, cermin pemandu jalan, dan boks kontrol serta boks lampu merah diberbagai jalan utama. Kerusakan fasilitas ditemukan di Jalan utama yang berdekatan kampus dan sekretariat organisasi kemahasiswaan, diantaranya Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Urip Sumohardjo, Jalan AP Pettarani, dan Jalan Botolempangan.

Kepala Bidang Lalulintas Dinas Perhubungan Makassar, Taufik Palaguna mengatakan, untuk mengganti satu boks lampu merah, pemerintah harus mengeluarkan dana sebesar Rp 4 juta rupiah.

Data yang dihimpun menyebutkan jumlah lampu merah yang rusak sebanyak 8 unit. Satu unit lampu merah memiki tiga boks lampu yakni merah, kuning dan hijau. Jika semua rusak, artinya terdapat 24 boks yang harus diganti. Dengan demikian pemerintah harus menyiapkan dana mencapai Rp 96 juta.

Taufik melanjutkan, untuk mengganti rambu lalulintas dan papan petunjuk jalan pemerintah membutuhkan dana hingga Rp 600 ribu perunit. Namun demikian ia belum mengetahui jumlah rambu dan papan petunjuk yang mengalami kerusakan karena masih menunggu laporan tim dinas yang melakukan pendataan sejak Kamis lalu.

Ia juga mengaku tidak tahu harga untuk mengganti cermin pemandu jalan dan boks kontrol lampu merah yang rusak. Tapi diperkirkan mencapai puluhan juta rupiah. Dengan demikian jumlah kerusakan fasilitas mencapai ratusan juta. "Sepertinya itu mahal harganya," katanya.

Taufik berharap seluruh fasitas umum itu bisa kembali normal pekan depan. Sebab perbaikin sangat mempengaruhi arus lalulintas di Makassar. "Kalau dibiarkan petugas bisa sulit menertibkan lalulintas," terangnya.

Lambang menimpali kerugian warga akibat kemacetan karena unjuk rasa sebenarnya bisa dikurangi. Pemerintah Kota Makassar bekerjasama dengan Kepolisian harus bisa mengetahui lebih awal aksi yang bakal terjadi, kemudian pengumuman melalui media massa beberapa jam sebelumnya. "Pengumuman, dilanjutkan dengan pengalihan arus kendaraan atau rekayasa lalulintas."

TRI SUHARMAN
Berita ini terbit di Koran Tempo edisi 6 Maret 2010. Belum melalui editing
Sumber foto : http://fahmiphotogalery.blogspot.com/
Desakan Pemerintah Kota Makassar agar pengelola Pulau Kayangan, PT Putra-Putra Nusantara membayar tunggakannya sebesar Rp 920 juta tampaknya bakal berakhir sia-sia. Pemodal yang dikenai pembayaran royalti wisata Kayangan sejak lima tahun silam itu berkukuh enggan membayar tunggakan.

"Kami tidak akan membayar royalty sebelum perjanjian kerjasama dengan pemerintah direvisi," kata Juru Bicara PT Putra-Putra Nusantara Andi Januar Jaury Darwis di Makassar, (2/3).

Perusahaan menbutuhkan revisi, kata Januar, karena royalty yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Surat Perjanjian Kerjasama tentang Kontrak Pengguna usahaan Pulau bernomor 556.1/023/S.PERTA/DIPARDA dihitung dengan asumsi bahwa pulau akan dijadikan sarana hiburan seperti lokalisasi dan ketangkasan. Sehingga, jumlah royaltynya cukup besar.

Perhitungan royalty itu adalah hasil perjanjian kerjasama antara Pemerintah dengan Investor dari Negara Singapura yang sebelumnya mengelola Pulau Kayangan. Namun investor itu memilih hengkang, sehingga diambil alih oleh PT Putra Putra Nusantara.

Januar yang juga Ketua Partai Demokrat Makassar itu menuturkan, perusahaannya berniat mengelola Pulau dengan visi menyelamatkan Kayangan dari ajang prostitusi dan ketangkasan. "Kami masuk (sebagai pengelola) karena prihatin dengan kebijakan pemerintah," katanya.

Keinginan itu dilandasi syarat bahwa pemerintah merevisi Perjanjian Kerjasama dengan menghapus fungsi pulau sebagai lokalisasi, kemudian menggantinya sebagai pusat wisata bertaraf nasional. Pemerintah juga diminta agar menghitung kembali royalty yang harus disetor perusahaannya.

Karena mendapat sinyal positif, kata Januar, Tahun 2005 pihaknya menggelontorkan dana sebesar Rp 5 miliar untuk menata keamanan Pulau dari ancaman abrasi seperti membuat tanggul termasuk membangun sekitar 35 unit penginapan.

Namun, kata Januar, permintaan perusahaannya untuk merevisi aturan dipandang sebelah mata. Upaya perusahaan untuk melobi melalui pertemuan secara berkesinambungan dengan pemerintah kota sejak 2007 tidak menuai hasil sampai sekarang. "Kok tidak profesional, ini ada apa. Terang kami merasa tertipu dengan kebijakan pemerintah," katanya bernada kesal.

Disisi lain, Januar melanjutkan, kewajiban pengusaha membayar royalty terus bertambah. Dalam surat perjanjian, royalty yang harus dibayar mengalami kenaikan setiap tahunnya. Misalnya Tahun 2005 sebesar Rp 148 juta, 2006 naik menjadi Rp 164 juta, 2007 sebesar Rp 182 juta, 2008 sebesar Rp 202 juta, dan 2009 sebesar Rp 224 juta.

Ia mengaku tidak mampu membayar royalty, sebab keuntungan yang diperoleh habis untuk membiayai pemeliharaan pulau dan penginapan, serta membayar puluhan karyawannya. "Modal yang kami gelontorkan saja belum kembali sampai sekarang," katanya.

Namun demikian, ia menilai Perusahaannya bisa saja membayar royalty apabila pemerintah mengeluarkan izin agar pulau dijadikan lokalisasi dan ketangkasan. Namun pemerintah enggan mengeluarkan izin tersebut.

"Padahal hak pemerintah kota sesuai perjanjian kerjasama adalah membantu pengelola dalam menyiapkan aturan pengelolaan Pulau," katanya.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Makassar, Rusmayani Majid mengaku telah menggelar pertemuan khusus dengan pengelola Pulau Kayangan. Kesimpulan pertemuan itu adalah pemerintah kota menyerahkan penuh keputusan terhadap Badan Pemeriksa Keuangan.

Badan Pemeriksa, kata Rusmayani, akan mengaudit pengelolaan Pulau mulai pekan ini. Hasil auditnya akan menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengambil kebijakan terhadap pengelola. "BPK akan merumuskan, apakah pengelola harus membayar royalty secara penuh, secara kredit, atau ada usulan lain," katanya.

Informasi yang diperoleh Rusmayani, Badan Pemeriksa akan mengeluarkan hasil auditnya pekan ini juga. "Kami ini selalu mencari jalan yang baik," katanya.

Januar mengaku telah diaudit oleh Badan Pemeriksa, seluruh berkas yang menyangkut pengelolaan pulau telah disetor kepada mereka. Tetapi ia menekankan, apabila Badan Pemeriksa mengisyaratkan agar pihaknya membayar royalty maka akan ditolak. "Kami tetap komitmen awal, harus ada revisi dulu," katanya.

TRI SUHARMAN

Berita ini terbit di Koran Tempo Makassar 3 Maret 2010. Belum melalui editing
Sumber foto : http://1.bp.blogspot.com/
Sebanyak 50 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Makassar akan dihadiahi tiga pasang pakaian yang menjadi seragam hariannya. Masing masing pakaian dianggarkan Rp 2 -3 juta.

Kepala Bagian Umum Sekretariat DPRD Makassar, Adwi Umar mengatakan aggaran yang disiapkan untuk membiayai pengadaan tiga pasang pakaian mencapai Rp 400 juta.Tiga pasang pakaian diantaranya Pakaian Sipil Harian berupa baju sapari berlengan pendek seharga Rp 2 juta, Pakaian Sipil Resmi berupa baju sapari berlengang panjang Rp 3 juta, dan Pakaian Sipil Lengkap berupa jas seharga Rp 3 juta.

Dengan demikian total biaya yang dibutuhkan untuk setiap anggota dewan yang mendapatkan tiga pasang pakaian sebesar Rp 8 juta."Dana yang disiapkan sudah disesuaikan dengan harga kain dan jahitannya, " kata Adwi di Gedung Dewan siang ini.

Adwi menuturkan, kain yang digunakan untuk membuat sapari berasal dari wol mewah, jas juga menggunakan kain yang mewah."Sapari dipakai untuk pakaian kantor setiap hari, sedangkan jas digunakan saat rapat," katanya.

Sekretaris DPRD Makassar, Nuraeni Ma'mur mengatakan, pengadaan pakaian dewan akan dimulai dengan tender pekan ini. Diharapkan, dewan sudah memiliki ketiga pasang pakaian awal April mendatang.
"Lelang akan dilakukan di koran," katanya.

Ia menambahkan pengadaan pakaian sesuai dengan tata tertib dewan. Pengadaan pakaian digelar setiap tahunnya.

TRI SUHARMAN
ket foto http://www.tribun-timur.com
Sekitar 200 pedagang Pasar Tradisional Pabaengbaeng bakal telantar setelah pasar yang kini diributkan statusnya itu direnovasi. Pedagang tidak memperoleh tempat berjualan lagi karena pemerintah tidak mampu menyediakan kios yang cukup diatas lahan pemerintah seluas 21.600 meter itu.


Direktur Perusahaan Daerah Pasar Raya Makassar, Djamaluddin Yunus mengatakan jumlah pedagang yang berada di Pabaengbaeng sebanyak 1000 orang. Sementara kios yang dibangun hanya 700 unit. "Kami sudah melakukan sosialisasi kepada pedagang dan mengungkapkan masalah ini. Mereka bisa menerimanya," kata Djamaluddin di Makassar, Kamis (4/3).

Harapan yang diberikan kepada pedagang, kata Djamaluddin, yakni upaya pemerintah untuk membangun hamparan diatas Kanal Jongaya. Kanal yang membelah pasar itu akan menjadi tempat bagi pedagang yang tidak kebagian kios untuk mengais rejeki.

Namun demikian, ia mengaku belum mengetahui jumlah dana yang bakal disiapkan untuk membiayai proyek itu. Ia berjanji bisa membangun pada pertengahan tahun, sekitar dua bulan setelah pasar diresmikan pertengahan Maret 2010. "Pak Wali Kota sedang mengupayakan dananya. Kami juga sedang berfikir," terangnya.

Kepala Pasar Pabaengbaeng, Azis mengatakan 200 pedagang itu sebenarnya bukanlah pedagang tetap yang tercatat dalam data pemilik kios pasarnya. Mereka adalah pedagang kaki lima yang menjual dengan menggelar karpet disisi kanal.

Mereka juga merupakan pedagang musiman dari berbagai daerah yang berpindah-pindah diseluruh pasar tradisional Makassar. Namun menjadikan Pabaengbaeng sebagai tempat dagangan utama.

Ia juga membenarkan bahwa tidak adanya jatah kios yang mereka peroleh tidak menuai masalah. "Mereka terima kok, apalagi pemerintah akan menyiapkan tempat diatas kanal," katanya.

Sebelumnya, puluhan pedagang pasar mendatangi Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Makassar. Mereka mengadukan nasib kepada Komisi Ekonomi dan Keuangan karena tidak memperoleh kios di Pabaengbaeng.

Sebagian juga pedagang merasa tidak puas dengan lokasi kios yang sudah diberikan. "Dulu saya punya kios dibagian depan, kenapa sekarang dibelakang," kata Ambo Tuo, seorang pedagang.

Andi Endre M Cecep Lantara, anggota Komisi Ekonomi mengaku pihaknya telah memanggil Perusahan Daerah Pasar Raya dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan beberapa waktu lalu untuk menuntaskan masalah ini.

Dinas maupun perusahaan berjanji akan menyiapkan tempat bagi pedagang diatas kanal, sedangkan pedagang yang tidak puas kiosnya akan dipindahkan ke tempat yang lebih bagus. "Mudah-mudahan pedagang tidak dicederai, kami akan mengawasi kinerja pemerintah," kata Politisi Partai Demokrat itu.

Pada tahun lalu, Pemerintah Makassar merenovasi Pasar Pabaengbaeng dengan jumlah biaya Rp 12,5 miliar. Dana yang kucur dari bantuan Departemen Perdagangan bertujuan untuk mengubah kondisi pasar yang selama ini jorok menjadi tempat berbelanja yang bebas becek, tertata baik, bebas bau amis, dan bersih.

Pada saat pasar sementara di renovasi, Pemerintah Kabupaten Gowa mendesak Makassar untuk menghentikan proyek tersebut. Melalui surat yang ditandatangani langsung Bupatinya Ichsan Yasin Limpo, Gowa mengklaim wilayah pasar adalah asetnya. Pemerintah Makassar membalas surat dengan klaim yang sama, mereka juga enggan memberikan kompensasi seperti yang juga didesak oleh Gowa.

TRI SUHARMAN
ket foto :http://www.swaberita.com/