Senin, 01-06-2009
Hamzah, Pencari Besi Tua di Proyek Pelebaran Jl Urip Sumohadjo (1)

Kesulitan hidup, bagi orang yang memiliki semangat sering membuat mereka berpikir kreatif. Begitupula yang dilakukan Hamzah (40), warga Kelurahan Pampang, Kecamatan Panakkukang. Proyek pelebaran Jl Urip Sumohardjo ia menfaatkan sebagai lokasi untuk mencari sisa besi yang tak dimanfaatkan lagi.

LAPORAN: TRIE SUHARMAN

PELUH bercucuran dari dahi pria berkulit hitam ini. Seakan tak peduli dengan terik matahari yang tepat mengenainya Minggu (31/5) siang, ia tetap menghantamkan palu pada beton yang tersisa di puing-puing pagar Masjid Universitas "45" di Jl Urip Sumoharjo.
Pagar kokoh milik Universitas "45" itu dirobohkan sejak beberapa hari lalu, sebagai konsekuensi proyek pelebaran Jl Urip.
Pria bertubuh dekil itu sudah menggeluti pekerjaan mengais barang rongsokan sejak tahun 80-an. Ia bersama rekannya Dg Tangga (39) memilih profesi ini untuk menghidupi keluarga.
Saat penulis mendekati kedua pria tersebut, mereka menghentikan aktifitasnya. Perkakas berupa palu dan betel ia letakkan begitu saja, kemudian duduk di balik tiang listik di dekat bekas pagar. Berlindung dari ganasnya sinar mentari.
"Huh..panasnya matahari," kata Hamzah mendengus. Sambil melepas kain berwarna merah yang diikat di kepala pria asli Makassar ini. Kain itu digunakan untuk mengurangi hantaman matahari yang begitu menyengat.
Hamzah mengaku mencari barang rongsokan untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Dari tujuh buah hatinya, lima diantaranya duduk dibangku SD, SMP dan SMA. Satu diantaranya, kini sudah kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta. Sedangkan satunya masih bayi.
"Kalau saya tidak kerja, apa yang bisa dimakan anak dan istri saya. Apapun pasti saya kerja, yang penting halal," katanya tersenyum kecil.
Mencari besi tua, bukanlah pekerjaan yang menggiurkan bagi Hamzah. Pasalnya, pembeli hanya menghargai besi tersebut Rp 2.000 perkilogram. Dalam sehari, ia mampu menghasilkan besi sebanyak 30 kilogram. Hasil penjualannya yang dihargai sekitar Rp 70 ribu juga dibagi dua dengan rekan kerjanya Dg Tangga yang sudah tiga tahun terakhir ini menemaninya mengais besi tua. Ini berarti penghasilan yang didapatkan Hamzah sehari sekitar Rp 35 ribu.
Dengan penghasilan seperti itu, cukup berat bagi Hamzah untuk menyekolahkan keenam anaknya. Namun, ia selalu yakin Tuhan tidak akan pernah membuat keluarganya kelaparan.
"Syukur Alhamdulillah selama ini saya tidak pernah sakit, kalau saya sakit apa yang akan dimakan keluarga saya," ungkapnya lirih.
Ia mengaku berani menyekolahkan anaknya, karena ia tak ingin anak-anaknya nasibnya seperti dia kelak. Ia berharap, dengan bersekolah, anak-anaknya bisa hidup lebih baik.
Hamzah mengaku cukup berat menyekolahkan anak-anaknya. Apalagi ketika keenam anaknya menagih pembayaran sekolah. Namun ia tetap optimis, pekerjaan yang dilakukan bisa membawa keenam anaknya lulus kuliah.
"Kalau lagi tidak ada uang sekolah, saya hanya meminta mereka sabar dulu," katanya.
Refleksi Setahun Perjuangan Membela Kebebasan Pers

SETAHUN sudah sengketa pers yang melibatkan Koordinator Koalisi Jurnalis Tolak Kriminalisasi Pers (KJTPK) Makassar, Upi Asmaradana Vs mantan Kapolda Sulselbar Irjen Pol Sisno Adiwinoto bergulir hingga ke meja hijau. Belum diketahui seperti apa ujung "peperangan" pers ini, namun harapan untuk menang tentu saja begitu besar bagi insan pers.

LAPORAN: TRIE SUHARMAN

Target siapa yang kalah dan siapa yang menang bukanlah prioritas. Namun, perjuangan ini dalam upaya memberikan pemahaman tentang fungsi media yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers harus lebih dipahami oleh pejabat yang tak lain narasumber. Termasuk bagi insan pers itu sendiri.
Pemahaman tentang UU Pers tersebut menjadi wacana khusus dalam diskusi Refleksi Setahun Perjuangan Membela Kebebasan Pers yang digelar KJTPK di Hotel Singgasana, Minggu (31/5).
Diskusi ini menghadirkan pembicara yakni pakar hukum Unhas Prof Dr Aswanto, pakar komunikasi Unhas, Dr Hasrullah, Ketua LBH Makassar Abd Mutalib, dan Pemred Tribun Timur, Dahlan.
Aswanto mengatakan, UU tersebut secara khusus mengatur mengenai pers sebagai pilar keempat demokrasi. Di dalamnya sudah dijelaskan secara detail, fungsi pers jika menghadapi masalah pemberitaan seperti adanya hak jawab yang diberikan kepada narasumber. Dan adanya pengaduan ke dewan pers, jika hak jawab tersebut tidak memuaskan .
Fungsi seperti ini, kata dia, sudah jelas menggambarkan bahwa UU 40 tersebut lex specialist atau UU khusus. Sehingga, mekanisme sengketa pers harus melewati UU tersebut. Jika tidak,maka bisa menyalahi aturan.
"Banyak yang alergi dan memaknai secara sempit mengenai lex specialist UU pers," kata Aswanto yang tak lain adalah saksi ahli dalam sengekta pers antara Upi dengan mantan Kapolda Sisno di Pengadilan Negeri Makassar.
Gugatan yang dilakukan Sisno, lanjut Aswanto, dengan menggunakan KUHP adalah peraturan yang diwariskan oleh penjajah. Pola pikir yang dalam setiap pasal yang memberatkan Upi, juga merupakan pola pikir penjajah.
"Masalah ini harus dikawal terus, saya mendukung karena saya melihat ada kebenaran," terang Aswanto kepada seluruh peserta yang didominasi kalangan pers media cetak, eletronik dan radio. Hadir pula para praktisi hukum, kalangan akademisi, legislatif dan eksekutif.
Pakar Komunikasi Unhas, Hasrullah mengatakan, arogansi penguasa yang ingin menumbangkan kekuatan media adalah langkah yang cukup sulit dilakukan. Sudah banyak terjadi, media yang menumbangkan penguasa dan itu harus menjadi catatan penting bagi para pejabat.
"Media memiliki power yang sudah diatur dalam UU. Kalau mau dilawan dengan arogansi penguasa, harus dipertimbangkan lagi," terangnya.
Saat memasuki sesi tanya jawab, beberapa penannya berharap agar semua kalangan diberi pemahaman yang baik terkait UU pers. Jangan sampai, mekanisme yang sudah diatur dalam UU Pers tidak dimanfaatkan bagi narasumber.
"Para pejabat kita perlu dicuci otaknya, supaya mereka paham betul soal UU Pers. Pakar seperti Pak Aswanto memiliki tanggungjawab tentang hal itu," kata Hasbi, salah seorang peserta. Mendengar hal tersebut, Aswanto tersenyum lebar dan berjanji akan mensosialisasikannya kepada pejabat.
Kegiatan Refleksi Setahun Perjuangan Membela Kebebasan Pers juga diwarnai dengan deklarasi yang menjadikan tanggal 31 Mei sebagai hari Hak jawab. Deklarasi secara nasional tersebut juga dibarengi dengan peresmian lagu mars KJTPK berjudul "Suara Kebebasan".

MAKASSAR, BKM -- Kebijakan pemerintah pusat yang kembali menaikkan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar 15 persen tahun 2010 belum mendapat respons positif dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel. Pemprov masih menunggu koordinasi pusat mengenai penganggaran untuk 2010.

Kepala Biro Keuangan Pemprov Sulsel, Yushar Huduri yang dikonfirmasi terkait kebijakan tersebut, mengaku belum bisa mengambil sikap. Menurutnya, belum ada informasi dari pusat terkait hal tersebut. Sehingga pihaknya belum bisa melakukan apa-apa.
"Kami belum bisa menanggapi hal itu karena belum ada informasi dari pusat," kata Yushar Huduri via pesan singkat, Minggu (31/5).
Yushar mengatakan, antisipasi adanya kebijakan baru terkait kesejahnteraan PNS masih dikaji dalam pedoman penyusunan APBD 2010. Namun, ia mengaku belum bisa meninformasihkan secara detil hal tersebut.
Sebelumnya, Deputi Menpan Bidang SDM Aparatur, Ramli Naibaho mengaku menyusun kebijakan baru terkait kenaikan gaji PNS 2010. Kebijakan tersebut menitikberatkan pada kesejahteraan PNS yang dinilai masih perlu ditingkatkan dengan menaikkan gaji PNS sebesar 15 persen tahun 2010.
"Saya belum bisa membocorkannya, karena belum ditandatangani Pak Menteri. Tunggu saja, ya. Yang jelas, Juni mendatang saya pastikan sudah ada kabar berapa angka pasti kenaikan gajinya," katanya.

Gaji 13 Tunggu Juknis

Sementara itu, rencanan pembayaran gaji 13 yang telah lama ditunggu (PNS hingga kini belum jelas kapan akan dibagikan. Biro Keuangan Pemprov Sulsel mengaku belum menerima petunjuk teknis (juknis) dari pusat tentang pembayaran gaji 13.
Yushar Huduri mengatakan, jika juknis sudah ada, maka Pemprov langsung menginventarisir jumlah anggaran yang disediakan.
"Kalau memang sudah ada, langsung kami bayarkan kepada 9.100 PNS di lingkup Pemprov," kata Yushar Huduri saat dikonfirmasi, baru-baru ini.
Pernyataan Yushar tersebut menanggapi informasi dari Pemkot Makassar yang menyatakan telah menerima surat edaran mengenai pembayaran gaji 13. Informasi yang disampaikan langsung Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin tersebut membuat Pemkot Makassar langsung menyiapkan dana sekitar Rp 30 miliar untuk membayar 13.450 PNS.
Yushar hanya menjelaskan soal jumlah anggaran yang disiapkan untuk penerimaan gaji 13. Tahun ini jumlah anggaran yang disiapkan lebih banyak dibanding 2008 lalu. Hal itu karena adanya kenaikan gaji PNS 15 persen yang sudah diterapkan Pemprov Sulsel sejak awal Januari 2009.
Meski begitu, ia mengaku tidak bisa merinci jumlah kenaikan gaji tersebut. "Maaf datanya ada di kantor," ungkapnya.

RENCANA pemerintah pusat untuk menaikkan gaji PNS 15 persen tahun depan mendapat tanggapan dari pengamat birokrasi dari Lembaga Administrasi Negera (LAN) Prof dr M Idris. Menurut dia, dari persentase gaji PNS di Indonesia dengan negara-negara lainnya, memang Indonesai masih tergolong minim.

Namun, sebaiknya kebijakan ini diselaraskan dengan keuangan negara dan kinerja PNS tersebut. Jangan sampai kebijakan ini dicuatkan hanya untuk komoditas politik dan dikait-kaitkan dengan figur tertentu.
"Usulan kenaikan gaji sebenarnya sudah lama, baru saat ini kembali dicuatkan. Sebaiknya, janganlah dikait-kaitkan dengan hal tertentu," ungkapnya saat dikonfirmasi, malam tadi.
Hal yang harus diprioritaskan pemerintah, lanjut M Idris, adalah perbaikan instrumen kinerja PNS tersebut. Jangan sampai, gaji naik tapi kinerjanya tidak mewakili kepentingan rakyat.
Bukan hanya persoalan gaji PNS, Prof Idris juga mengaku rencana pembayaran tunjangan guru dan dosen yang akan dilakukan tahun ini juga bernuansa politis



MAKASSAR, BKM -- Fajar Institute of Pro Otonomi (FIPO) memberikan penghargaan berupa Otonomi Award kepada seluruh kabupaten/kota di Sulsel di Hotel Horison, Jumat (29/5). Dari sembilan kategori ditambah tiga grand kategori, Kabupaten Sinjai berhasil menyabet empat penghargaan, sekaligus mengalahkan Makassar sebagai ibukota provinsi.

Empat penghargaan yang diraih Sinjai yakni untuk kategori Pemberdayaan Masyarakat dan Pengentasan Kemiskinan, Terobosan Inovatif Bidang Kesehatan, Pengelolaan Lingkungan Hidup dan grand kategori untuk Pelayanan Publik.
Sementara Makassar hanya meraih satu penghargaan untuk kategori Pemberdayaan Otonomi. Makassar sebagai ibukota provinsi seharusnya melebihi raihan daerah-daerah di luar kota.
Penyerahan Otonomi Award ini dilakukan langsung oleh Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla dihadiri Direktur Utama PT Media Fajar Group, HM Alwi Hamu serta seluruh bupati dan walikota yang meraih penghargaan.
Direktur Program FIPO, Basri Kadir mengatakan, indikator penilaian setiap kategori dilakukan dengan menggunakan metode penelitian di lapangan, wawancara responden dan analisis APBD. Indikator tersebut dirumuskan ke dalam sebuah poin, kemudian dibandingkan pada setiap daerah.
"Penilaian ini dilakukan tim independen dan murni. Tujuannya untuk melahirkan daerah-daerah otonomi yang lebih baik," kata Basri Kadir di sela-sela kegiatan.
Ia juga meminta apabila ada daerah yang ingin melihat langsung perolehan poinnya, tim FIPO mempersilakan. Menurut Basri, FIPO tetap mengedepankan transparasi. Olehnya itu, mereka meminta agar langsung mengunjungi sekretariat FIPO di Graha Pena.
Sementara itu, Bupati Sinjai, Rudiyanto Asapa yang kemarin banyak menerima penghargaan menilai penganugerahan tersebut wajar diterima oleh Sinjai. Pasalnya, pemerintahan dan masyarakat Sinjai telah membangun sinergitas yang baik.
"Tahun depan saya menarget tujuh kategori lagi," ungkapnya.
Sementara itu, Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin tak mengikuti seluruh acara. Ia sempat hadir namun di penghujung acara meninggalkan ruangan.


Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang ikut menyerahkan penghargaan Otonomi Award kepada sejumlah bupati ternyata punya usul menarik untuk FIPO. Ia meminta penghargaan tidak hanya diberikan bagi daerah yang berhasil tapi juga bagi daerah yang tidak berhasil. Misalnya daerah yang pelayanan publiknya terburuk.

"Kalau perlu buatkan juga piagam terburuk buat mereka," kata Jusuf Kalla sambil tertawa kecil.
Ia menilai adanya penilian terburuk akan menghasilkan reaksi positif dari pemerintah. Mereka, lanjut Jusuf Kalla, pasti akan merasa malu jika mendapatkan penilaian tersebut.
"Nah, rasa malu itu yang membuat mereka bisa bekerja lebih baik lagi," tandasnya.

umat, 22-05-2009

MAKASSAR, BKM -- Belum juga masalah lahan terselesaikan, pelebaran Jl Urip Sumohadjo kembali menemui masalah baru. Pemprov Sulsel melarang kontraktor pelebaran Jl Urip menebang pohon di sisi kiri dan kanan jalan yang terkena proyek.

Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Pemprov Sulsel, Masykur A Sulthan mengatakan, dari hasil pemantauan di lapangan, sudah banyak pohon yang ditebang dalam proyek itu. Kini, menurut hasil kalkulasinya, pohon yang tersisa sekitar 400 batang.
"Kalau memang terkena proyek, pohonnya dipindahkan saja ke wilayah yang aman. Kami sudah memintanya kepada pelaksana proyek dan rekanannya untuk melakukan pemindahan," kata Masykur A Sulthan di Kantor Gubernur Sulsel, Rabu (20/5).
Masykur mengatakan, pohon-pohon yang tumbuh di sepanjang Jl Urip sangat berguna untuk penghijauan kota. Jika ditebang, tentu akan mengurangi keindahan dan paru-paru kota.
Menurut Masykur bukanlah hal mustahil memindahkan pohon. Sebab, langkah itu sudah dilakukan beberapa kota besar seperti di Jakarta. Bahkan, teknik penyelamatan tumbuhan ini juga sudah dikembangkan beberapa ahli di Universitas Hasanuddin (Unhas).
"Makanya kami meminta agar pelaksana proyek bekerjasama dengan Unhas untuk memindahkan pohon ini. Pihak pelaksana proyek juga sudah setuju," terang Masykur.
Kepala Satuan Non Vertikal (SNV) Departemen Pekerjaan Umum (PU),Oktavianus yang tak lain adalah satuan kerja (satker) proyek flyover dan pelebaran Jl Urip mengaku sudah berkoordinasi dengan Pemprov Sulsel terkait larangan penebangan pohon di Jl Urip. Ia mengaku akan mengupayakan, agar pohon yang terkena proyek bisa dipindahkan.
"Memang sudah ada penyampaian terkait hal itu. Makanya kami sedang menginventarisir jumlah pohon. Kami akan prioritaskan pohon yang besar dan umurnya mencapai ratusan dan puluhan tahun," kata Oktavianus di Kantor Gubernur, Rabu (20/5) lalu.
Ditanya soal sudah ada pohon yang ditebang, Oktavianus mengaku akan coba mengeceknya di lapangan.

Senin, 25-05-2009

MAKASSAR, BKM -- Kendati Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah dinyatakan bubar, orang-orang yang pernah terlibat dalam partai berlambang palu arit tetap mendapat pengawasan yang ketat. Bahkan, pemprov Sulsel saat ini terus memantau dan mengawasi pergerakan 8.559 narapidana eks PKI yang bermukim di provinsi ini.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa (Kesbang) Pemprov Sulsel Tautoto Tanaranggina mengatakan, mereka adalah eks tahanan kasus Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) yang berada di Sulsel. Pengawasan dilakukan, agar aktivitas mereka tetap bisa dikontrol pemerintah.
"Data tak kami hilangkan karena pemerintah harus tetap melakukan pemantauan atas aktivitas yang mereka lakukan di tengah masyarakat," jelas Tautoto Tanaranggina di Kantor Gubernur Sulsel, baru-baru ini.
Tautoto menjelaskan, pada tahun 2000-an, pemerintah sempat menghapuskan kebijakan pengawasan terhadap eks narapidana G30S/PKI. Sebab, kebijakan tersebut dinilai melanggar hak asasi manusia, bahkan menciderai semangat reformasi. Namun, saat ini pemerintah kembali memberlakukan pengawasan tersebut.
"Pengawasan ini sangat penting untuk mengetahui sejauh mana pembauran mereka di masyarakat," terangnya.
Tautoto mengatakan, jumlah tahanan eks PKI yang terlibat langsung dengan kasus pemberontakan pada tahun 1965 tersebut terus mengalami penurunan. Sebab, sudah banyak diantara mereka yang meninggal dan memasuki usia senja. Namun demikian, terdapat 75 orang diantaranya yang tetap wajib lapor, untuk keperluan pengawasan.
Ia menambahkan, database tersebut dibagi dalam tiga golongan sesuai dengan keterlibatan mereka dalam kasus G30/S/PKI. Untuk golongan A masih tersisa 1 orang, Golongan B sebanyak 114 orang, dan sisanya masuk dalam golongan C. (*)
Tak Ada Ganti Rugi, Ancam Demo Besar-besaran
Kamis, 05-03-2009

SEDIKITNYA 200 kepala keluarga (KK) yang berprofesi sebagai pencari kerang (tude) di pesisir Metro Tanjung Bunga akhirnya bereaksi atas proyek The Centrepoint of Indonesia (CoI). Mereka bersikeras menolak proyek tersebut karena dinilai bisa mematikan mata pencarian mereka.

Saat Pemprov Sulsel dan Pemkot Makassar menggelar sosialisasi proyek CoI di Gedung Celebes
Convention Centre (CCC). Mereka mengungkapkan aspirasinya bahwa proyek tersebut tak lebih
pada kepentingan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo. Proyek itu dianggap telah mematikan

ekonomi warga Mariso dan sekitarnya.
Mereka mengklaim wilayah pembanguan CoI adalah satu-satunya harapan untuk mencari sesuap nasi.
Sekretaris Ketua Nelayan Katalassang Arifuddin Rauf mengatakan, CoI sama saja dengan mega
proyek lainnya, warga di sekitarnya pasti menjadi korban penggusuran. Pemerintah tidak
pernah memiliki keberpihakan sedikitpun kepada masyarakat.
"Kami belum bisa menerima dan menyetujui proyek ini," tegas Arifuddin Rauf dihadapan Kadis
Tata Ruang dan Pemukiman Sulsel Syarif Burhanuddin.
Hadir pula saat itu, Plt Asisten II Pemprov Sulsel Yushar Huduri, Asisten II Pemkot Makassar
Burhanuddin dan Camat Mariso Amir Idrus. Pertemuan tersebut menghadirkan ratusan warga dari Kelurahan Lette dan Mattoanging.

Sosialisasi ini untuk mengetahui aspirasi warga soal pembangunan mega proyek yang menelan
anggaran sekitar Rp 900 miliar itu. Lanjut Arifuddin Rauf, kebijakan Pemprov Sulsel yang akan merelokasi lokasi pencarian kerang tidak dapat diterima oleh warga sekitar. Sebab, tidak ada jaminan secara berkelanjutan apakah wilayah relokasi tetap aman dari penggusuran. Apalagi, wilayah relokasi belum tentu cocok untuk habitat kerang yang lebih baik dari sebelumnya.
Untuk itu, ia mewakili warga menolak berpindah dari lokasi pencarian kerang.
"Kami tidak anti pembangunan. Pembangunan ini juga untuk siapa?. Yang menjadi perhatian kami adalah adanya rencana penggusuran, kami meminta pertanggungjawaban pemerintah," katanya dibarengi teriakan dari ratusan warga lainnya.
Ketua Nelayan Katalassang Abd Rahman Dg Talli juga berpendapat demikian. Ia menilai kondisi
warga Mariso yang miskin harus menjadi pertimbangan khusus dari Pemprov Sulsel. Jangan
sampai pembangunan CoI ini membuat mereka semakin terpuruk. Harusnya ada ganti rugi yang
setimpal atas pembangunan ini.
"Kita belum bisa menyatakan setuju, harus dipelajari secara matang jangan sampai ini
merugikan. Kalau ini merugikan, kami akan menggelar aksi ke dewan atau pemerintah,"
ungkapnya lantang.
Kadis Tata Ruang dan Pemukiman Sulsel Syarif Burhanuddin membantah pernyataan warga. Dengan tegas ia menyatakan bahwa pembangunan CoI tidak akan berdampak buruk bagi warga pencari kerang .
Bangunan yang disebut-sebut sebagai Karebosi Baru tersebut malah meningkatkan ekonomi warga pencari tude. Mereka akan diprioritaskan mendapatkan pekerjaan di CoI dan dibuatkan lokasi budi daya kerang.
Konsultan CoI Danny Pomanto mengatakan, relokasi bertujuan agar warga memiliki kelangsungan ekonomi yang lebih baik. Kalaupun warga tidak mau pindah, tidak menjadi masalah bagi masterplan proyek. Sebab proyek tidak melalui wilayah pencarian kerang.
"Pencarian kerang ada di samping utara CCC. Kita akan membangun mulai pesisir Metro Tanjung Bunga dekat wisata bebek ke arah tanah tumbuh, jadi tidak masalah. Yang dikhawatirkan jangan sampai mereka menyesal di kemudian hari, karena relokasi lebih baik untuk budi daya kerang," tandasnya.

PENOLAKAN COI DINILAI TAK MENDASAR
Sabtu, 07-03-2009

Kuasa Hukum Penggarap Tanah Delta Tanjung Bunga Amirullah Tahir SH MM menilai
ancaman sekitar 200 Kepala Keluarga (KK) warga Mariso yang mengaku sebagai pencari tude dan menolak proyek Centrepoint of Indonesia (CoI) sangat disayangkan. Bahkan, penolakan itu
dinilai tidak berdasar.
Menurutnya, sangat tidak masuk akal kalau wilayah yang sehari-hari terlihat sepi dan
kurang aktivitas, tiba-tiba muncul begitu banyak orang dan mengaku sebagai penggarap dan
nelayan pencari tude.Ia menilai warga yang tinggal dan menggarap tanah negara dan bermukim
di lokasi yang dikenal dengan sebutan Delta Tanjung Bunga ini, jumlahnya tidak sebanyak itu.
"Saya sangat kenal dengan situasi tanah di sana dan siapa-siapa penggarapnya," katanya
sembari menyebutkan dirinya adalah advokat sudah puluhan tahun menangani kasus tanah di
Tanjung Bunga dan sekitarnya.

Proyek Rp 1 Triliun
Pembangunan proyek Center point Of Indonesia (COI) yang dikerjakan mulai 2009 hingga 2012
membutuhkan investasi sekitar Rp1 triliun. Dana pembangunan COI bersumber dari APBD
Provinsi Sulsel Rp 100 miliar, APBN dan selebihnya dari pihak ketiga.
Proyek tersebut akan dibangun di pantai Losari dengan mereklamasi lahan seluas 157
hektar.
Pada tahun ini proyek ini diawali dengan pembangunan jalan sepanjang 400 meter mulai
pesisir pantai Losari tepatnya di jembatan setelah pintu gerbang Metro Tanjung Bunga.
Pembangunan jalan ini akan menghabiskan Rp 10 miliar dari APBD Provinsi Sulsel Tahun 2009.
Proyek CoI terdiri dari menara COI, masjid Indonesia dengan nama "Rahmakumullah"
termegah di Asia, lapangan Golf, kolam renang, lapangan sepakbola, wisma negara, landasan
darurat helikopter dan jalur monorel.

Wawancara Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo, Prof Dr Muhammadiyah Amin, MA
Selasa, 10-04-2007


Kemajuan Gorontalo begitu pesat setelah berpisah dengan Sulawesi Utara (Sulut) beberapa tahun silam. Provinsi yang dinahkodai Fadel Muhammad ini bahkan menjadi percontohan daerah pemekaran.
Banyak investor berminat menanamkan modalnya di daerah dengan penduduk mayoritas muslim ini. Selain cukup menjanjikan, sebagai pemimpin berlatar belakang pengusaha, Fadel paham betul keinginan pengusaha agar proses birokrasi tidak berbelit-belit. Hasilnya cukup membanggakan. Hanya dalam jangka beberapa tahun, provinsi ini berubah menjadi daerah primadona baru.
Namun, saat daerah ini berbenah, pengaruh negatif kemajuan tekonologi dan pembangunan mulai kelihatan. Daerah yang dulu terkenal agamais ini berubah menjadi daerah bebas. Beberapa lokalisasi mulai kelihatan. Bar dan Tempat Hiburan Malam (THM) bermunculan. Begitu juga kebebasan bergaul para siswa dan mahasiswa.
IAIN Sultan Amai Gorontalo sebagai satu-satunya perguruan yang mencetak ulama diberi tanggung jawab menangkal perubahan negatif ini. Bagaiamana upaya IAIN ini mengatasi persoalan moral di Gorontalo? Wartawan BKM, Tri Suharman berhasil mewawancarai Rektor IAIN Sultan Amai Gorontalo, Prof Dr Muhammadiyah Amin, MA di Singgasana Hotel, 7 April lalu. Berikut petikannya.

+Beberapa informasi menyebutkan praktek prostitusi dan narkoba mulai marak di Gorontalo. Betul seperti itu Pak?
-Benar. Akibat perkembangan yang begitu pesat, Gorontalo dewasa ini cenderung mengalami proses metamorfosis dimana pemahaman masyarakat khususnya generasi muda semakin modern. Bahkan unsur negatif dan positif pun sulit dibedakan.
+ Apa yang yang menyebabkan, penyakit sosial ini terjadi?
- Penyakit sosial banyak terjadi di masyarakat, akibat budaya-budaya dari luar yang banyak masuk melalui berbagai perantara seperti media massa dan pendatang-pendatang yang tidak bertanggung jawab.
+ Bagaimana IAIN Sultan Amai Gorontalo sebagai institusi yang berpegang pada unsur agama Islam mengatasi problem ini?
-IAIN sebagi satu-satunya kampus Islami di Gorontalo, yang berorientasi pada unsur keagamaan, memberi pendidikan struktural kepada generasi muda tentang agama sebagai benteng untuk menghalau berbagai dampak negatif modernisasi.
+Pendidikan seperti apa yang diterapkan di Kampus IAIN Sultan Amai untuk menangkal persoalan ini?
-Pada Kampus IAIN Sultan Amai Gorontalo, terdapat tiga fakultas yang menerapkan pola keseimbangan intelektual dan spritual. Ketiga fakultas itu adalah Fakultas Tarbiah dan Tadris, Fakultas Sariah dan Ekonomi Islam dan Fakultas Udzuluddin dan Dakwah. Selain itu, IAIN juga membuka kelas khusus Tafsir Hadis yang membebaskan fasilitas serta pembayaran.
+Apakah pendidikan di kampus cukup untuk memberi pemahaman serta bekal moralitas generasi muda di Gorontalo?
- Tidak cukup. Untuk itu civitas akademika IAIN Sultan Amai diberikan pemahaman moral lebih mendalam dengan cara terlibat dalam berbagai dialog dan seminar Iptek dan Imtaq. Biasanya kegiatan ini dilakukan atas kerjasama IAIN dengan Pemprov Gorontalo.
+Sejauh ini, dialog dan seminar seperti apa yang diberikan kepada mahasiswa?
-Sejak saya menjabat sebagai rektor tahun 2005, dialog dan seminar yang pernah diprogramkan mahasiswa IAIN antara lain membahas tentang penyakit masyarakat seperti prostitusi, narkoba, pemberantasan kemiskinan serta pembenahan internal dan eksternal kampus di bidang keagamaan.
+Apakah ada kendala saat pihak kampus ingin mengembangkan mutu mahasiswa IAIN?
-Sejauh ini, syukur alhamdulillah kami tidak pernah mengalami kendala yang berarti. Hanya saja masalah teknis dan program peningkatan mutu ini saya harapkan lebih ditingkatkan supaya mahasiswa dapat menelaah semua ilmu yang dibahas secara intensif dan maksimal.
+Bagaimana pendapat Bapak tentang dampak buruk kemajuan teknologi, seperti handphone yang digunakan untuk aktivitas pornografi. Sekarang kan lagi tren rekaman syur mahasiswi di ponsel-ponsel?
-Menurut saya, aksi pornografi yang di lakoni oknum mahasiswa seperti yang santer di masyarakat perlu di berantas. Untuk itu perlu kesadaran mahasiswa untuk mencegah perbuatan maksiat ini, dengan cara banyak memperlajari dan mengetahui ilmu agama sebagai penyeimbang ilmu pengetahuan umum, seperti yang kami terapkan di Kampus IAIN Sultan Amai Gorontalo.
+Bagaimana respon masyarakat terhadap IAIN Sultan Amai dan bagaimana pandangan Bapak, tentang mahasiswa IAIN sekarang?
-Respon masyarakat terhadap Kampus IAIN sangat tinggi. Buktinya, hampir semua masyarakat Gorontalo menyekolahkan anaknya di kampus kami. Tentang mahasiswa IAIN Sultan Amai, saya melihat saat ini cukup mencerminkan generasi muda yang produktif disamping mempunyai pemahaman keagamaan yang sangat baik. Justru itu, metode yang diterapkan dalam Kampus IAIN Sultan Amai Gorontalo adalah salah satu solusi yang sangat efisien dalam menghalau intervensi negatif yang banyak melanda bangsa kita.
Jumat, 27-02-2009

MAKASSAR, BKM -- Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan-Jeneberang mengeluarkan hasil penelitiannya terhadap kondisi Dam Bilibili.

Mereka menyebutkan, volume sedimentasi di dam sudah melebihi ambang batas yakni 62 juta meter kubik.
Bahkan, dari hasil penelitiannya, terdapat 130 juta meter kubik sedimentasi yang sewaktu-waktu bisa tumpah di Dam Bilibili. Sedimentasi tersebut berasal dari patahan Gunung Bawakaraeng yang sudah mulai retak.
Sedimentasi itu akan dibawa oleh Sungai Jeneberang ke Dam Bilibili.
Kepala Bidang Program dan Evaluasi Balai Besar WS Pompengan-Jeneberang, Widiarto mengatakan, jika sedimentasi tersebut tumpah, maka akan berakibat fatal bagi warga yang berada di Makassar, Gowa dan Takalar. Disamping berpotensi menimbulkan banjir, pasokan air bersih dan listrik dipastikan terganggu.
"Kita sudah berupaya agar hal itu tidak sampai terjadi. Upaya kami misalnya, membuat 10 unit sabo dam dan penghijauan," katanya usai mengikuti kunjungan kerja Departemen PU di Kantor Gubernur Sulsel, kemarin.
Dam Bilibili yang terletak di Kecamatan Paralloe, Kabupaten Gowa memiliki kapasitas listrik 20 mega watt, memasok air baku ke PDAM 100 liter per detik dan mampu meminimalisir potensi banjir dengan jarak 95,5 kilo meter persegi sampai Makassar.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulsel Tan Malaka Guntur saat memimpin pertemuan dengan Departemen PU mengatakan, sedimentasi tidak hanya datang dari Gunung Bawakaraeng. Sedimen juga disebabkan oleh pengikisan sungai akibat erosi.
Kondisi ini, kata dia, jangan dibiarkan berlarut-laut. Sebab bisa mengancam keselamatan khalayak banyak.
"Sudah ada peraturan dari pusat bahwa pemerintah setempat harus ke wilayah sungai Jeneberang," terangnya.
Ia menambahkan bahwa penanganan Dam Bilibili harus dilakukan bersama-sama. Tidak hanya pemerintah di Kabupaten Gowa, tapi ada sinergitas dari seluruh kabupaten serta peran serta masyarakat.
Dari Training Investigasi Anggaran Kopel Uni Eropa

KULI tinta atau wartawan, seyogyanya memberi kabar yang baik untuk kemaslahatan orang banyak. Namun, apa jadinya jika wartawan malah menulis berita yang membuat masyarakat resah. Apalagi sambil "membunuh" seseorang dengan tulisannya.

LAPORAN: Trie Suharamn

Hal inilah yang coba ditekankan Pemimpin Redaksi Harian Fajar, Sukriansyah S Latief saat tampil sebagai pembicara dalam Training Invesitigasi Anggaran yang dilaksanakan Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Sulawesi bekerja sama dengan Uni Eropa di Hotel Quality,
Senin, 27-04-2009.
Sesaat sebelum menyudahi materinya tentang metodologi wawancara dan investigasi, Uki --sapaan akrab Sukriansyah--mengatakan, wartawan paling banyak masuk neraka karena ulah mereka sendiri. Wartawan yang masuk neraka adalah wartawan yang menulis berita berpotensi menciderai orang, sehingga menimbulkan rasa benci dan sakit hati.
"Apalagi kalau tulisannya tidak benar, misalnya ditulis korupsi tapi ternyata tidak. Makanya wartawan paling banyak masuk neraka," ungkap Uki yang tak bermaksud menakut-nakuti wartawan. Uki hanya ingin agar sebelum menulis berita wartawan harus betul-betul membuktikan keakuratan informasi.

Menurut alumni Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) ini, obyek berita akan menjadi menakutkan bila terkait masalah hukum seperti tindak pidana korupsi. Tidak hanya pribadi, berita korupsi menyangkut seseorang juga akan berpengaruh pada keluarga sampai interaksi di masyarakat luas.
Olehnya itu, Uki menilai sebaiknya insan pers harus teliti dalam menyajikan berita. Pendalaman berita harus maksimal, penuh referensi dan tak lepas dari fakta yang ada. Jangan sampai tidak didasari analisis yang tepat, sehingga menimbulkan berita yang tidak benar.
"Tidak hanya menciderai obyek berita, tapi bisa mengakibatkan wartawan dijerat kasus hukum," ungkapnya sembari mengatakan bahwa wartawan yang menyajikan informasi yang baik dekat dengan kehidupan Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa ajaran yang benar.
Sementara itu, Konsultan Program Kopel Winarso yang membawa materi tentang potensi kebocoran anggaran di pemerintahan mengatakan, adanya kebocoran anggaran disebabkan banyak faktor.
Tidak hanya faktor kesengajaan untuk meraup keuntungan, tapi kebocoran anggaran juga terjadi karena ketidaktahuan aparat pemerintahan dalam menyusun anggarannya.
"Karena tidak tahu menyusun anggaran, banyak proyek yang mubasir," kata Winarso.
Lebih parah lagi, lanjut Winarso, kalau legislatif sebagai kontroler tidak mengetahui jelas teknik penyusunan anggaran. Akibatnya, Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) tidak memiliki asas manfaat untuk masyarakat. APBD malah berimplikasi untuk kepentingan para pejabat saja.
Pria yang juga berprofesi sebagai dosen ini meragukan independensi dan pengetahuan tim auditor (pengaudit kas negara). Hal itu terjadi karena Winarso yang mengaku pernah terjun langsung dalam proses audit mengatakan terkadang ada kasus yang sengaja ditutupi.

Dg Basse, Nenek yang Berjuang Minghidupi Suami dan Cucunya

MENJUAL koran adalah pilihan hidup Dg Basse (60). Entah sampai kapan, tubuh dekilnya menantang terik di lokasi proyek flyover. Yang pasti, pahit manis pekerjaannya harus dihadapi dengan tegar.

Laporan : Trie Suharman

HAMPIR satu jam Dg Basse menenteng tumpukan koran di tepi jalan proyek flyover, Kamis (7/5). Namun hanya seorang pengendara motor yang menghampirinya untuk membeli. Sementara sang mentari sudah bertengger diatas kepala. Dibalik kain penutup kepalanya, titik-titik air kecoklatan membasahi dahi perempuan renta ini. Sesekali, ia menghapus peluh dengan lengan baju.
Tersirat dari wajahnya yang keriput, tanggungjawab yang tinggi untuk suami yang jatuh sakit dan kedua cucunya. Sorot matanya yang lelah, mengobarkan api semangat. Sesekali ia tersenyum pada penulis yang memperhatikannya. "Panasna di..huhh," ucap Dg Basse kepada penulis.
Saat istirahas sejam lalu, Dg Basse sempat menceritakan lika-liku pekerjaan yang digelutinya sejak Tahun 2000 itu. Ia mengaku sudah sering mendapati pembeli yang marah, karena lengan tuanya terlalu lambat untuk menyodorkan uang kembalian. Padahal, lampu merah sudah berlalu.
"Kupegangji dadaku baru kubilang sabarki Pak," kata Dg Basse dengan logat kental Bugis Makassar.
Bagi perempuan yang tak pernah mengeyam bangku sekolah ini, kesabaran adalah sikap yang harus dipegang teguh. Meskipun terseok-seok menghadapi desakan pembeli, ia harus tabah. Dg Basse menilai, pembeli adalah raja.Sebab, dari situlah ia mengais rezki untuk keluarga kecil yang sudah menanti di rumah.
Keuntungan Dg Basse menjual koran cukup dinamis. Kadang, ia hanya bisa membawa pulang Rp 20 ribu, tapi kalau lagi mujur bisa sampai Rp 50 ribu. Namun, tampaknya kemujuran itu hanya sesekali dialami perempuan asal Gowa ini. Begitu banyak penjual koran yang lebih lincah dibanding dirinya.
"Kalau tanggal baru itu biasa banyak pembeli, tapi kalau sudah sampai pertengahan bulan sudah mulai kurangmi," katanya sambil memperlihatkan koran yang bertumpuk dilapak dari kardus itu.
Dg Basse juga pernah hanya membawa pulang uang beberapa ribu saja. Nampaknya hari itu nasip mujur cukup jauh dari Dg Basse, hanya satu dua koran yang laku. Namun sekali lagi, ia tetap tabah. Ia mengaku tak ingin senasib perempuan-perempuan sebayanya yang mengais rejeki dengan mengemis.Tampaknya mengemis dinilai sikap tercela bagi Dg Basse.
"Selama saya masih kuat, saya pasti mencari uang untuk suami dan cucu. Saya tidak mau mengemis, saya lebih memilih menjual koran," ungkapnya semangat.
Sudah satu setengah jam, Dg Basse berdiri di tepi jalan proyek flyover. Syukurlah, kata Dg Basse, sudah ada lima eksamplar yang laku. Iapun kembali menuju lapak untuk berteduh. Kembali ia membuka penutup botol yang berisi air putih, kemudian langsung diteguk. Terlihat nafasnya memburu. Matanya menerawang. Sesaat ia berucap,"Allahu Akbar,".

"Saya tak ingin meninggal begitu saja. Sisa hidup ini akan saya habiskan di atas sepeda " Kalimat ini sering kali diucapkan Bambang Pramudjianto yang menghabiskan sisa hidupnya dengan bersepeda keliling Indonesia.

Laporan : Trie Suharman

SEPINTAS pria kelahiran Jakarta 18 Mei 1957 layaknya pria paruh baya lainnya. Namun, Bambang Pramudjianto ternyata sosok yang berani menantang alam dengan berkeliling Indonesia menggunakan sepeda.
Kini, 13 kota sudah dilewati dengan sepeda bututnya. Bermula dari Jakarta, Bandung , Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Banyuwangi, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Lembata, Kupang dan tiba di Makassar sejak Senin pekan lalu.
"Saya mulai star bulan Oktober 2008," kata Bambang saat mampir di Kantor Gubernur Sulsel, Selasa (6/5).
Pria yang sudah memiliki empat anak ini mengatakan, petualangannya adalah sebuah nazar yang harus ia lakukan. Sebab, perjalan ini adalah keputusan untuk melunasi janjinya kepada sang pencipta.
"Waktu saya diopname di rumah sakit, saya berjanji akan keliling Indonesia jika sembuh. Sekarang saya sudah sembuh, jadi nazar harus dilaksanakan," ungkapnya dengan penuh semangat.
Bambang mengaku sejak tahun 2000 ia divonis menderita diabetes. Pada pertengahan 2007, penyakit yang dideritanya itu membuat pria yang pernah bergabung dalam organisasi pencinta alam ini dirawat di rumah sakit selama dua minggu.
Penderitaan yang dialami selama sakit menjadi pelajaran berharga baginya. Sehingga, ia tak tanggung-tanggung untuk bernazar. Meskipun harus menantang nyawa keliling Indonesia.
"Ini petulangan hidup dan mati saya, makanya saya tidak akan berhenti sebelum selesai," ujar Bambang yang berusaha menegarkan dirinya.
Selain melunasi nazar, ia menilai petualangan ini sebagai olahraga. Sebab, kalau ia tidak bergerak, penyakit diabetes yang dideritanya bisa kembali kambuh.
Tidak hanya itu, pria yang kental dengan logat jawa ini juga berpetualang untuk mengingatkan masyarakat betapa pentingnya bersepeda. Selain olahraga, ia menilai bersepada akan mengurangi beban bumi yang tengah dilanda kerusakan, misalnya pemanasan global yang diakibatkan oleh asap kendaraan.
"Saya berharap, petualangan saya ini bisa bermanfaat bagi anak cucu kita. Sebab, bersepeda adalah upaya penyelamatan bagi generasi kita dari kerusakan alam," terangnya.
Dg Basse, Nenek yang Berjuang Menghidupi Suami dan Cucunya

Kadang Makan Siang Dijamak dengan Makan Malam

TUBUH dekil dan legam bukanlah halangan bagi Dg Basse (60) untuk berjuang hidup di tengah kejamnya Kota Makassar. Apapun yang terjadi, ia harus tetap bekerja. Apalagi, saat ini ia satu-satunya tulang punggung untuk menghidupi suami dan dua cucunya.

Laporan : Trie Suharaman

KAIN lusuh berwarna biru yang digunakan Dg Basse sebagai penutup kepala kembali dipasang di atas kepalanya. Setelah beristirahat beberapa menit, saatnya bagi wanita renta itu untuk menjual sisa koran yang belum laku.
Siang itu, Kamis (7/5) di lokasi proyek flyover tepat di depan Gedung Keuangan, cuaca begitu panas. Dg Basse sempat beberapa menit berteduh di bawah lapak yang terbuat dari sisa balok dan kardus.
Satu-dua teguk air, sudah cukup untuk menyegarkan tenggorokan Dg Basse sebelum kembali menjual koran. "Saya sudah menjual koran sejak tahun 2000," kata Dg Basse ketika penulis mendekatinya.
Ia mengaku bekerja keras untuk membiayai suami tercinta Dg Ngopa (65) yang sudah sakit-sakitan. Pria yang mendampingi sisa hidup Dg Basse itu sudah dua tahun terakhir terbaring lemas di kediaman sederhanya di Jl Suka Maju II. Ia tak mampu lagi menafkahi Dg Basse.
"Suamiku baru sembuh dari lumpuh kodong. Jadi tidak bisami bekerja, terpaksa saya yang cari uang," ungkap Dg Basse dangan wajah sendu.
Tidak sampai disitu beban perempuan asal Gowa ini. Ia juga harus membiayai kedua cucunya yakni Andi Tambang dan Nija yang masih belia. Kedua anak yang sedang menempu pendidikan di bangku Sekolah Dasar (SD) tersebut sejak bayi ikut sama Dg Basse dan suaminya.
Keduanya adalah cucu dari anak kedua Dg Basse yang silariang (kawin lari) dengan seorang pria. Bapaknya kini di Malaysia dan tak kunjung datang.
"Bapaknya di Malaysia, sedangkan mamanya baru saja ma'baji (berbaikan dengan keluarga setelah kawin lari)," ungkapnya.
Dg Basse harus bersemangat menjalani sisa hidupnya. Setiap pagi sekitar pukul 7.00, ibu yang memiliki empat orang ini beranjak dari rumah menuju ke lokasi flyover. Sebelum pergi, ia tak lupa memasak makanan untuk suami tercinta dan kedua cucunya. Sebab keempat anaknya sudah menikah dan tidak lagi serumah dengannya.
Sebelum beranjak, ia juga tak lupa sarapan pagi. Dg Basse kembali menyentuh makanan, setelah pulang menjual koran sekitar pukul 17.30. Setelah itu ia tak makan lagi hingga keesokan paginya. Boleh dibilang, setiap hari Dg Basse terpaksa menjamak makan siang dan makan malamnya.
"Kadang cucu saya menemani menjual koran disini," kata Basse sambil merapikan sisa korannya.
Dg Basse mengaku menjalani semua pekerjaannya dengan ikhlas. Buat apa mengeluh, kata Basse, sebab dialah satu-satunya tumpuhan harapan dalam keluarganya. Makanya dia harus bersemangat.
Disaat dia merasa sedih, semua gundahnya ditumpahkan saat menghadap tuhan dalam Shalat. Ia memohon agar tuhan memberikan kekuatan untuk bekerja, meskipun usia terus berjalan. ((/maf))