Kasus Bantuan Sosial

BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sulawesi Selatan menegaskan, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat hingga kemarin belum pernah berkoordinasi berkaitan dengan penanganan kasus dugaan penyelewengan dana bantuan sosial.

Kepala Subbagian Hukum dan Humas BPK Sulawesi Selatan Daniel Sembiring mengatakan lembaganya belum pernah menerima surat dari Kejaksaan untuk berkoordinasi mengusut kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp 8,867 miliar pada 2008 itu. Penjelasan tersebut diperoleh setelah Daniel menanyakan secara langsung kepada atasannya, Kepala BPK Sulawesi Selatan Abdul Latief. "Sampai detik ini belum ada," ujar Daniel, mengutip penjelasan Abdul Latief, kemarin.

Meski begitu, Daniel melanjutkan, BPK siap berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, yang diberitakan masih memantau kasus ini.

Adapun pihak Kejaksaan tampaknya lebih memilih sikap bungkam. Kepala Seksi Ekonomi dan Keuangan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat Samsul Kasim meminta agar hal itu ditanyakan kepada juru bicara Kejaksaan Tinggi, Irsan Z. Djafar.

Tapi Irsan pun enggan berkomentar. Dia malah meminta agar hal itu ditanyakan kepada Samsul. "Kalau hal teknis, saya tidak tahu," katanya. Dia hanya menyatakan Kejaksaan serius menangani kasus itu dan belum mengeluarkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan).

Padahal, dua hari lalu, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat Adjat Sudradjat mengaku segera menghentikan kasus bantuan sosial tersebut. Sebab, Kejaksaan tidak menemukan adanya perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan dalam kasus itu.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Makassar Abdul Muttalib menyatakan sejak awal sudah menduga Kejaksaan tak serius menangani kasus ini. "Logikanya di mana, kalau ada institusi yang memiliki data valid, tidak pernah dikonfirmasi dan berkoordinasi."

Lembaga Antikorupsi Kecam Kejaksaan

"Seharusnya kasus ini sudah masuk penyidikan," ujarnya.

MAKASSAR -- Anti-Corruption Committee (ACC) Sulawesi Selatan, pegiat antikorupsi, mengkritik rencana kejaksaan menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial. Direktur Anti-Corruption Committee Abraham Samad menegaskan, kasus bantuan sosial 2008 sudah pasti mengarah pada korupsi.

"Bohong besar kalau tidak ada unsur pidana korupsi di sana," ujarnya saat dihubungi kemarin. "Mahasiswa semester VI fakultas hukum saja sudah bisa menyimpulkan kasus dana bantuan sosial berimplikasi korupsi."

Menurut Abraham, laporan Badan Pemeriksa Keuangan telah menyatakan anggaran bantuan sosial 2008 yang dikucurkan pemerintah provinsi kepada 926 penerima proposal dinyatakan tidak wajar.

Badan Pemeriksa Keuangan dalam laporan pemeriksaannya menyebutkan, dana bantuan sosial yang dikucurkan pada Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pada 2008 senilai Rp 35,48 miliar diduga terindikasi merugikan keuangan negara. Sebanyak Rp 8,867 miliar dinyatakan positif merugikan keuangan negara.

Namun Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat Adjat Sudrajat menyatakan Kejaksaan tidak menemukan adanya perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan dalam kasus tersebut. Meski mengakui adanya indikasi kerugian keuangan negara, Kejaksaan berkilah bahwa itu belum bisa menjadi dasar untuk menyimpulkan adanya unsur melawan hukum. Karena itu, Kejaksaan berencana menghentikan penyelidikan kasus tersebut.

Abraham menegaskan mendukung sikap Lembaga Bantuan Hukum Makassar yang berencana menggugat Kejaksaan Tinggi berkaitan dengan rencana penghentian penyelidikan kasus tersebut. Apalagi laporan BPK menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer) terhadap laporan keuangan pemerintah provinsi. "Seharusnya kasus ini sudah masuk penyidikan," ujarnya.

Koordinator Komite Pemantau Legislatif Sulawesi Selatan, Syamsuddin Alimsyah, mengatakan kasus ini sudah seharusnya menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebab, menurut dia, Kejaksaan terkesan lepas tangan. "Padahal faktanya jelas," ujarnya.

Menanggapi hal ini, juru bicara Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat, Irsan Z. Djafar, menyatakan Kejaksaan serius menangani kasus itu. Sebab, kasus tersebut masih terus diselidiki. "Kasus ini sedang didalami. Jadi Kejaksaan belum mengeluarkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan)," katanya.

| ICHSAN AMIN | TRI SUHARMAN
Koran Tempo Makassar Edisi 23 Juli 2010


Comments (0)