Sabtu, 06-06-2009
MAKASSAR, BKM -- Banyaknya Pilkada Gubernur secara langsung yang ricuh di beberapa daerah membuat pemerintah pusat meninjau ulang aturan tentang Pilgub. Dalam aturan baru nanti, gubernur diusulkan kembali dipilih oleh DPRD atau ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat.

Saat ini aturan yang sudah dalam bentuk Rancangan Undang-undang (RUU) itu tengah digodok di DPRRI. Rencananya RUU ini akan ditetapkan menjadi UU pada akhir 2009 nanti.
Sinyalemen perubahan sistem pemilihan gubernur ini disampaikan Menteri Dalam Negeri, Mardiyanto kepada wartawan usai menghadiri Semiloka Regional Grand Strategi Penataan Daerah Wilayah Timur Indonesia di Kantor Gubernur Sulsel, Jumat (5/6).
Dalam keterangannya, Mardiyanto mengatakan dari dua opsi tersebut, kemungkinan besar yang disetujui adalah pemilihan melalui DPRD. Pasalnya, untuk menunjuk langsung gubernur oleh pemerintah pusat masih cukup sulit dilakukan dan tingkat resistensinya tinggi.
"Kalau kita langsung mengisyaratkan agar pemilihan gubernur dengan penunjukan langsung dari pusat kurang pas karena kita masih mempertimbangkan pada sisi lainnya seperti sistem keterwakilan," kata Mardiyanto.
Lebih jauh mantan Gubernur Jawa Tengah ini mengungkapkan, pertimbangan lahirnya RUU tersebut merujuk dari berbagai sengketa Pilkada di beberapa daerah. Sengketa tersebut, kata Mardiyanto harus diminimalisir dengan lahirnya peraturan baru, supaya sistem demokrasi di Indonesia semakin kondusif.
"Desakan yang lahir dari masalah Pilkada inilah yang membuat kami dengan Komisi II DPR RI mengupayakan lahirnya UU ini. Sebab, gubernur adalah perpanjangan pemerintah pusat di daerah," kata Mardiyanto.

Fungsi Gubernur Diperkuat

Dengan kembali dipilih oleh DPRD, maka fungsi gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat juga akan diperkuat. Mardiyanto mengakui, penyaluran anggaran pemerintah pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus (DAU dan DAK) langsung masuk ke kas kabupaten kota, membawa kecenderungan lemahnya kekuatan gubernur dalam pengembangan infrastruktur.
"Sering saya katakan kepada beberapa departemen, bahwa aliran dana sebaiknya melalui gubernur karena dialah yang tahu persis seperti apa yang ada di daerahnya," ungkapnya.
Olehnya itu, lanjut Mardiyanto, mekanisme penganggaran akan direvisi dengan mengalihkanya ke kas pemerintah provinsi. Pemprov-lah yang akan mengatur penganggaran di setiap daerah.
Tidak hanya itu, gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat juga akan diberikan kewenangan mengevaluasi pemekaran daerah. Kalau saja daerah tersebut dianggap tidak layak untuk mekar, maka gubernur yang berkoordinasi dengan pemerintah pusat berwenang kembali menggabungkan dengan daerah induknya.
"Inilah yang direvisi dalam UU otonomi daerah. Semua ini kami lakukan untuk mengukur kesejahteraan masyarakat melalui kemampuan otonomi daerah," terangnya.
Samentara itu, Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo dalam sambutannya mengakui banyak daerah yang mekar karena kepentingan elite politiknya. Pemekaran yang kelihatannya merupakan aspirasi rakyat, ternyata ditunggangi oleh kalangan tertentu untuk memuluskan langkah politiknya.
"Masalah semacam inilah yang harus menjadi perhatian yang serius. Tidak ada salahnya pemekaran kalau memang daerahnya memenuhi syarat, tapi kalau hanya berlandaskan kepentingan politik. Nah, inilah yang harus dibenahi," tandasnya.

Hemat Anggaran
Adanya usulan agar gubernur kembali dipilih oleh DPRD mendapat sambutan baik dari DPRD Sulsel. Anggota Komisi I DPRD Sulsel, Markus Nari mengatakan, untuk meminimalisir kericuhan dan biaya yang paling tepat adalah gubernur dipilih oleh DPRD.

Menurut kader Partai Golkar ini, jika gubernur dipilih oleh DPRD tidak akan melukai rakyat. Pasalnya, DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat, dimana yang duduk di DPRD adalah para wakil rakyat.
Soal opsi akan tunjuk langsung pemerintah pusat, Markus kurang setuju karena bertentangan dengan semangat otonomi daerah. "Meskipun gubernur perwakilan pemerintah pusat, tapi kalau dipilih langsung pusat, apa gunanya ada otonomi daerah," kata mantan Ketua DPRD Kota Makassar ini saat dikonfirmasi, malam tadi.
Ia menilai, RUU mengenai pemilihan gubernur memang harus disahkan. Pertimbangannya yakni lahirnya beberapa masalah hukum dalam proses demokrasi, sehingga melahirkan pembiayaan-pembiayaan yang cukup besar.
Ia juga berharap rumusan RUU tentang pemilihan gubernur harus melibatkan aspirasi masyarakat. Supaya realisai RUU tersebut bisa dijalankan sesuai mekanisme yang ditetapkan."Kalau tidak melibatkan masyarakat, bisa saja realisasinya tidak efektif lagi," terangnya.

Comments (0)