Sabtu, 06-06-2009
Luther, Cleaning Service Kantor Gubernur yang Biayai Adik dan Keponakannya (2-Selesai)

Lantaran begitu besar rasa prihatinnya atas kehidupan adik dan enam keponakannya membuat Luther (50), cleaning service Kantor Gubernur Sulsel tetap bertahan di Makassar. Sudah dua tahun ini, ia bercucuran keringat mencari uang.

Laporan : Trie Suharman

DARI kejauhan, penulis menyaksikan Luther duduk sendiri di sebuah gudang di samping Lapangan Tenis Kantor Gubernur, Kamis (4/6). Tangan kanannya diletakkan di lutut, tubuhnya bersandar ke dinding gudang.
Di dua jemarinya yang berdebu, terlihat rokok yang tinggal setengah batang. Sesekali ia menghisapnya, kemudian asap rokok mengepul dari hidung tuanya diiringi nafas yang tersengal.
Di balik topi kusamnya, penulis memperhatikan sorot mata pria renta itu menerawang. Entah apa yang dipikirkan, yang terlihat hanya pandangan kosong yang mengarah ke lapangan.
"Kalaupun gaji saya kecil, saya tetap bersyukur. Mau kemanaki lagi kerja, untung ada yang bisa dikerja," katanya dalam logat Tana Toraja yang kental.
Sekitar 25 Tahun silam, Luther pernah merantau ke Toli-toli, Sulawesi Tengah. Saat itu, Luther masih berusia 25 Tahun. Sekitar 15 tahun lamanya, ia bekerja sebagai kuli kopra di rantau orang. Tidak hanya itu, ia juga lama bertani di Tana Toraja. Pengalaman keras itulah yang membuat Luther terbiasa hidup dalam kesusahan.
Jelang usianya 30 tahun ia pun menikah dengan gadis pujaannya. Luther sempat hidup bahagia dengan gadis asal Tana Toraja itu. Namun, usia pernikahan yang seumur jagung ternyata tak mampu dipertahankan.
"Kalau pulangki dari kebun, saya juga yang masak nasi," katanya sembari mengakui bahwa sang istri tersebut malas bekerja.
Dengan petunjuk keluarga, iapun bercerai. Beberapa tahun kemudian, ia kembali meminang seorang gadis sekampungnya. Namun nasib memang tak berpihak padanya, ia harus pisah lantaran tidak cocok.
Kendati umur sudah tua, ia mengaku keinginan untuk memiliki seorang istri masih ada. Hanya saja, keingian itu ia tak hiraukan. Ia mengaku lebih memilih membiayai keponakan dan adiknya. "Kupikir tonji, tapi ah tidak maumaka," katanya tertawa kecil lalu kembali menghisap rokoknya.
Sulitnya ekonomi adiknya itu membuat keinginannya untuk pulang di kampung halaman sulit tercapai. Apalagi, Luther masih memiliki dua orang tua yang sudah tidak bisa bekerja. Dua bulan terakhir, kedua orangtuanya itu tinggal bersamanya di Jl Angkasa.
"Itumi juga orang tua yang dibiayai kasihan, jadi yah beginilah hidup," katanya kembali tersenyum kecil. Senyuman yang menyiratkan beban besar, tapi dijalani dengan semangat yang tinggi.

Comments (0)