Pengamat Tata Ruang Kota Makassar, Danny Pomanto menuding Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan-Jeneberang tidak memperhatikan keselamatan sekitar 2,2 juta jiwa warga yang bermukim disekitar Bendungan Bili bili. Alasannya, balai tidak pernah memperlihatkan mitigasi atau pola penanggulangan bencana apabila Bendungan Bilibili jebol.

"Kita tidak ingin kejadian seperti di Bendungan Situgintung terjadi disini, apalagi sekaran musim hujan sangat rawan mendatangkan bencana," kata Danny Pomanto di Makassar, Senin (21/12).

Padahal, kata Danny, Undang-Undang No. 24 Tentang Penanggulangan Bencana telah mewajibkan pemerintah membuat sistem mitigasi. Seperti diungkapkan dalam pasal 6 dan 7
yakni pemerintah bertanggungjawab mengurangi risiko bencana dan perlindungan masyarakat dari dampak bencana. "Kalau memang ada mitigasi, kok tidak pernah disosialisasikan," katanya.

Upaya mitigasi, kata Danny, sangat penting diketahui warga, sebab mitigasi yang menjabarkan skenario penyelamatan warga apabila terjadi bencana, misalnya wilayah yang aman untuk mengungsi, informasi terjadinya bencana, dan evakuasi korban bencana.

Hasil penelitian Danny menyebutkan, bendungan berada diatas 107 meter dari permukaan laut. Pada dataran rendah disekitar bendungan, terdapat penduduk berjumlah sekitar 2,2 juta jiwa yang bermukim di Makassar, Maros, Gowa dan Takalar. Apabila bendungan jebol, kata dia, semua warga yang berada dibilayah tersebut akan merasakan dampaknya.

Saat ini, kata Danny, bendungan menampung air sekitar 2 miliar meter kubik dari Sungai Jeneberang. Ia mempertanyakan konstruksi bendungan yang dibuat dari susunan batu, ia khawatir kualitasnya beda dengan bendungan yang terbuat dari beton.

"Bukan meragukan konstruksinya, tapi kok beda yah dengan Bendungan Kalaena di Luwu yang menggunakan beton," katanya.

Namun demikian, jebolnya bendungan tidak hanya dilihat dari kualitas konstruksi, tapi bencana bisa terjadi akibat gempa bumi, longsor, dan peristiwa jatuhnya meteor. "Nah disini harus ada mitigasi untuk meminimalisir jumlah korban bencana," katanya.

Kepala Bidang Program dan Evaluasi Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan-Jeneberang, Widiarto membantah pernyataan Danny. Menurutnya, balai sudah melakukan sosialisasi penanggulangan bencana kepada masyarakat secara berkesinambungan. "Warga sudah tau kok," katanya.

Widiarto melanjutkan sosialisasi meliputi pemberitahuan wilayah yang aman dari bencana banjir seperti di sekitar Sungguminasa. Balai juga memasang alat deteksi bencana atau radio control dibeberapa wilayah seperti di Kabupaten Gowa, Sungguminasa, dan Bendungan Bilibili.
"Jadi langsung ada pemeberitahuan secara dini ke warga," katanya.

Hasil penelitian balai menyebutkan, warga yang bermukim di wilayah berjarak 100 mil tidak perlu khawatir. Bencana banjir yang melebihi ambang batas bisa diatasi dengan adanya pintu air yang bisa menampung 2400 meter kubik air perdetik.

Apalagi, balai selalu melakukan pemeliharaan dengan mengganti beberapa konstruksi bendungan yang dikhawatirkan keropos. Anggaran yang dialokasi kan untuk pemeliharaan mencapai Rp 3 Miliar.

Ia juga mengimbau agar warga tidak perlu khawatir dengan konstruksi bendungan. Pembuatan bendungan yang dibangun sejak Tahun 1930 pada zaman Belanda kemudian diperbaharui oleh Jepang Tahun 1997 itu sudah melalui perhitungan teknis yang cukup matang.

TRI SUHARMAN

Terbit di Koran Tempo Makassar
Selasa 22 Desember 2009
foto dari tropisliving.blogspot.com
Belum melalui editor..

Comments (0)