PT Putra Putra Nusantara, selaku pengelola Pulau Kayangan, menganggap Pemerintah Kota Makassar tidak adil. Tunggakan royalti perusahaan senilai Rp 920 juta hasil temuan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mesti ditinjau kembali.

"Royalti itu timbul karena adanya kesepakatan membuat usaha. Tapi usaha di Pulau Kayangan tidak berjalan. Kalau kami dipaksa membayar, di mana rasa keadilannya," kata Andi Januar Jauri Darwis, juru bicara PT Putra Putra Nusantara, kemarin.

Menurut Januar, sejak 2006 perusahaannya mendesak pemerintah kota agar merevisi perjanjian kerja sama. Perjanjian yang sudah diteken sulit diterapkan karena terbentur oleh perizinan. Bisnis yang hendak dibangun adalah sebuah usaha ilegal, seperti lokalisasi dan perjudian.

Januar mengaku sudah memperkirakan bakal sulit mewujudkannya. Selain tersandung di meja hukum, hal itu akan mengundang reaksi publik. "Pemerintah mengabaikan hak kami. Giliran menyangkut uang, kami ditagih tanpa mempertimbangkan nasib kami," katanya.

PT Putra, menurut Januar, tidak bakal mampu membayar tunggakan itu. Sebab, keuntungan yang diperoleh tak seberapa. Manajemen bersedia dipanggil untuk mengkaji kembali kerja sama itu. "Komitmen kami sebagai pengelola pasti menyelesaikan kewajiban, tapi pemerintah juga harus mempertimbangkan hak kami," ujar Januar.

Rusmayani Madjid, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Makassar, menyambut baik niat PT Putra. "Kami juga tidak mau ada yang dirugikan," kata dia seraya menambahkan bahwa pemerintah ingin bertemu dengan PT Putra untuk membicarakan masalah tersebut.

Surat dari pemerintah sudah dilayangkan ke PT Putra pada Rabu lalu. "Kalau sudah tiga kali dipanggil lantas tidak datang, kami akan menyerahkan masalah ini kepada tim penegakan peraturan daerah," katanya.

Berdasarkan perjanjian Nomor 556.1/023/S.PERTA/DIPARDA, PT Putra mendapat hak mengelola Pulau Kayangan dekat Pantai Losari selama 25 tahun, terhitung mulai 2003. Sebagai konsekuensinya, PT Putra dibebani royalti setiap tahunnya sebesar Rp 1,3 miliar. Mulai 2003 hingga 2009, PT Putra baru sanggup membayar Rp 253 juta, sehingga menunggak Rp 920 juta.

TRI SUHARMAN

terbit di koran tempo makassar edisi 19 maret 2010
sumber foto : http://www.pacamat.com





Comments (0)