Senin, 01-06-2009
Hamzah, Pencari Besi Tua di Proyek Pelebaran Jl Urip Sumohadjo (1)

Kesulitan hidup, bagi orang yang memiliki semangat sering membuat mereka berpikir kreatif. Begitupula yang dilakukan Hamzah (40), warga Kelurahan Pampang, Kecamatan Panakkukang. Proyek pelebaran Jl Urip Sumohardjo ia menfaatkan sebagai lokasi untuk mencari sisa besi yang tak dimanfaatkan lagi.

LAPORAN: TRIE SUHARMAN

PELUH bercucuran dari dahi pria berkulit hitam ini. Seakan tak peduli dengan terik matahari yang tepat mengenainya Minggu (31/5) siang, ia tetap menghantamkan palu pada beton yang tersisa di puing-puing pagar Masjid Universitas "45" di Jl Urip Sumoharjo.
Pagar kokoh milik Universitas "45" itu dirobohkan sejak beberapa hari lalu, sebagai konsekuensi proyek pelebaran Jl Urip.
Pria bertubuh dekil itu sudah menggeluti pekerjaan mengais barang rongsokan sejak tahun 80-an. Ia bersama rekannya Dg Tangga (39) memilih profesi ini untuk menghidupi keluarga.
Saat penulis mendekati kedua pria tersebut, mereka menghentikan aktifitasnya. Perkakas berupa palu dan betel ia letakkan begitu saja, kemudian duduk di balik tiang listik di dekat bekas pagar. Berlindung dari ganasnya sinar mentari.
"Huh..panasnya matahari," kata Hamzah mendengus. Sambil melepas kain berwarna merah yang diikat di kepala pria asli Makassar ini. Kain itu digunakan untuk mengurangi hantaman matahari yang begitu menyengat.
Hamzah mengaku mencari barang rongsokan untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Dari tujuh buah hatinya, lima diantaranya duduk dibangku SD, SMP dan SMA. Satu diantaranya, kini sudah kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta. Sedangkan satunya masih bayi.
"Kalau saya tidak kerja, apa yang bisa dimakan anak dan istri saya. Apapun pasti saya kerja, yang penting halal," katanya tersenyum kecil.
Mencari besi tua, bukanlah pekerjaan yang menggiurkan bagi Hamzah. Pasalnya, pembeli hanya menghargai besi tersebut Rp 2.000 perkilogram. Dalam sehari, ia mampu menghasilkan besi sebanyak 30 kilogram. Hasil penjualannya yang dihargai sekitar Rp 70 ribu juga dibagi dua dengan rekan kerjanya Dg Tangga yang sudah tiga tahun terakhir ini menemaninya mengais besi tua. Ini berarti penghasilan yang didapatkan Hamzah sehari sekitar Rp 35 ribu.
Dengan penghasilan seperti itu, cukup berat bagi Hamzah untuk menyekolahkan keenam anaknya. Namun, ia selalu yakin Tuhan tidak akan pernah membuat keluarganya kelaparan.
"Syukur Alhamdulillah selama ini saya tidak pernah sakit, kalau saya sakit apa yang akan dimakan keluarga saya," ungkapnya lirih.
Ia mengaku berani menyekolahkan anaknya, karena ia tak ingin anak-anaknya nasibnya seperti dia kelak. Ia berharap, dengan bersekolah, anak-anaknya bisa hidup lebih baik.
Hamzah mengaku cukup berat menyekolahkan anak-anaknya. Apalagi ketika keenam anaknya menagih pembayaran sekolah. Namun ia tetap optimis, pekerjaan yang dilakukan bisa membawa keenam anaknya lulus kuliah.
"Kalau lagi tidak ada uang sekolah, saya hanya meminta mereka sabar dulu," katanya.

Comments (0)