Dg Basse, Nenek yang Berjuang Menghidupi Suami dan Cucunya

Kadang Makan Siang Dijamak dengan Makan Malam

TUBUH dekil dan legam bukanlah halangan bagi Dg Basse (60) untuk berjuang hidup di tengah kejamnya Kota Makassar. Apapun yang terjadi, ia harus tetap bekerja. Apalagi, saat ini ia satu-satunya tulang punggung untuk menghidupi suami dan dua cucunya.

Laporan : Trie Suharaman

KAIN lusuh berwarna biru yang digunakan Dg Basse sebagai penutup kepala kembali dipasang di atas kepalanya. Setelah beristirahat beberapa menit, saatnya bagi wanita renta itu untuk menjual sisa koran yang belum laku.
Siang itu, Kamis (7/5) di lokasi proyek flyover tepat di depan Gedung Keuangan, cuaca begitu panas. Dg Basse sempat beberapa menit berteduh di bawah lapak yang terbuat dari sisa balok dan kardus.
Satu-dua teguk air, sudah cukup untuk menyegarkan tenggorokan Dg Basse sebelum kembali menjual koran. "Saya sudah menjual koran sejak tahun 2000," kata Dg Basse ketika penulis mendekatinya.
Ia mengaku bekerja keras untuk membiayai suami tercinta Dg Ngopa (65) yang sudah sakit-sakitan. Pria yang mendampingi sisa hidup Dg Basse itu sudah dua tahun terakhir terbaring lemas di kediaman sederhanya di Jl Suka Maju II. Ia tak mampu lagi menafkahi Dg Basse.
"Suamiku baru sembuh dari lumpuh kodong. Jadi tidak bisami bekerja, terpaksa saya yang cari uang," ungkap Dg Basse dangan wajah sendu.
Tidak sampai disitu beban perempuan asal Gowa ini. Ia juga harus membiayai kedua cucunya yakni Andi Tambang dan Nija yang masih belia. Kedua anak yang sedang menempu pendidikan di bangku Sekolah Dasar (SD) tersebut sejak bayi ikut sama Dg Basse dan suaminya.
Keduanya adalah cucu dari anak kedua Dg Basse yang silariang (kawin lari) dengan seorang pria. Bapaknya kini di Malaysia dan tak kunjung datang.
"Bapaknya di Malaysia, sedangkan mamanya baru saja ma'baji (berbaikan dengan keluarga setelah kawin lari)," ungkapnya.
Dg Basse harus bersemangat menjalani sisa hidupnya. Setiap pagi sekitar pukul 7.00, ibu yang memiliki empat orang ini beranjak dari rumah menuju ke lokasi flyover. Sebelum pergi, ia tak lupa memasak makanan untuk suami tercinta dan kedua cucunya. Sebab keempat anaknya sudah menikah dan tidak lagi serumah dengannya.
Sebelum beranjak, ia juga tak lupa sarapan pagi. Dg Basse kembali menyentuh makanan, setelah pulang menjual koran sekitar pukul 17.30. Setelah itu ia tak makan lagi hingga keesokan paginya. Boleh dibilang, setiap hari Dg Basse terpaksa menjamak makan siang dan makan malamnya.
"Kadang cucu saya menemani menjual koran disini," kata Basse sambil merapikan sisa korannya.
Dg Basse mengaku menjalani semua pekerjaannya dengan ikhlas. Buat apa mengeluh, kata Basse, sebab dialah satu-satunya tumpuhan harapan dalam keluarganya. Makanya dia harus bersemangat.
Disaat dia merasa sedih, semua gundahnya ditumpahkan saat menghadap tuhan dalam Shalat. Ia memohon agar tuhan memberikan kekuatan untuk bekerja, meskipun usia terus berjalan. ((/maf))

Comments (0)