Dg Basse, Nenek yang Berjuang Minghidupi Suami dan Cucunya

MENJUAL koran adalah pilihan hidup Dg Basse (60). Entah sampai kapan, tubuh dekilnya menantang terik di lokasi proyek flyover. Yang pasti, pahit manis pekerjaannya harus dihadapi dengan tegar.

Laporan : Trie Suharman

HAMPIR satu jam Dg Basse menenteng tumpukan koran di tepi jalan proyek flyover, Kamis (7/5). Namun hanya seorang pengendara motor yang menghampirinya untuk membeli. Sementara sang mentari sudah bertengger diatas kepala. Dibalik kain penutup kepalanya, titik-titik air kecoklatan membasahi dahi perempuan renta ini. Sesekali, ia menghapus peluh dengan lengan baju.
Tersirat dari wajahnya yang keriput, tanggungjawab yang tinggi untuk suami yang jatuh sakit dan kedua cucunya. Sorot matanya yang lelah, mengobarkan api semangat. Sesekali ia tersenyum pada penulis yang memperhatikannya. "Panasna di..huhh," ucap Dg Basse kepada penulis.
Saat istirahas sejam lalu, Dg Basse sempat menceritakan lika-liku pekerjaan yang digelutinya sejak Tahun 2000 itu. Ia mengaku sudah sering mendapati pembeli yang marah, karena lengan tuanya terlalu lambat untuk menyodorkan uang kembalian. Padahal, lampu merah sudah berlalu.
"Kupegangji dadaku baru kubilang sabarki Pak," kata Dg Basse dengan logat kental Bugis Makassar.
Bagi perempuan yang tak pernah mengeyam bangku sekolah ini, kesabaran adalah sikap yang harus dipegang teguh. Meskipun terseok-seok menghadapi desakan pembeli, ia harus tabah. Dg Basse menilai, pembeli adalah raja.Sebab, dari situlah ia mengais rezki untuk keluarga kecil yang sudah menanti di rumah.
Keuntungan Dg Basse menjual koran cukup dinamis. Kadang, ia hanya bisa membawa pulang Rp 20 ribu, tapi kalau lagi mujur bisa sampai Rp 50 ribu. Namun, tampaknya kemujuran itu hanya sesekali dialami perempuan asal Gowa ini. Begitu banyak penjual koran yang lebih lincah dibanding dirinya.
"Kalau tanggal baru itu biasa banyak pembeli, tapi kalau sudah sampai pertengahan bulan sudah mulai kurangmi," katanya sambil memperlihatkan koran yang bertumpuk dilapak dari kardus itu.
Dg Basse juga pernah hanya membawa pulang uang beberapa ribu saja. Nampaknya hari itu nasip mujur cukup jauh dari Dg Basse, hanya satu dua koran yang laku. Namun sekali lagi, ia tetap tabah. Ia mengaku tak ingin senasib perempuan-perempuan sebayanya yang mengais rejeki dengan mengemis.Tampaknya mengemis dinilai sikap tercela bagi Dg Basse.
"Selama saya masih kuat, saya pasti mencari uang untuk suami dan cucu. Saya tidak mau mengemis, saya lebih memilih menjual koran," ungkapnya semangat.
Sudah satu setengah jam, Dg Basse berdiri di tepi jalan proyek flyover. Syukurlah, kata Dg Basse, sudah ada lima eksamplar yang laku. Iapun kembali menuju lapak untuk berteduh. Kembali ia membuka penutup botol yang berisi air putih, kemudian langsung diteguk. Terlihat nafasnya memburu. Matanya menerawang. Sesaat ia berucap,"Allahu Akbar,".

Comments (0)