Mardiyanto: Penghapusan Pemilihan Langsung Makin Kuat

Rabu, 01-07-2009
MAKASSAR, BKM -- Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo tak setuju jika gubernur dipilih langsung oleh presiden. Pernyataan ini diungkapkan Syahrul terkait rencana pemerintah pusat merevisi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, untuk menghapus mekanisme pemilihan gubernur secara langsung.

Menurut Syahrul, jika kebijakan tersebut diakomodir, berarti demokrasi di Indonesia mengalami kemerosotan. "Demokrasi jangan ditarik ke pusat, itu sayang bangat, " ungkap Syahrul usai mengikuti pertemuan bimbingan teknis pengelola perpustakaan di Hotel Celebes, Selasa (30/6).
Syahrul menilai, sistem pemilihan langsung merupakan langkah pencerdasan politik bagi masyarakat. Seharusnya aturan ini disempurnakan, bukan dihapuskan. "Kalau dikasih ke parlemen, bisa ribut lagi," ungkapnya serius.
Adapun masalah yang terjadi saat Pilgub, kata Syahrul, adalah sebuah fenomena yang menjadi acuan bagi warga dalam memperbaiki pandangan politiknya. Ia meyakini, kecurangan seperti money politics dan intrik lainnya akan hilang seiring besarnya pengetahuan warga tentang politik.
Selain itu, adanya keinginan pemerintah pusat memperbesar kewenangan gubernur juga dikritisi Syahrul. Menurut mantan Bupati Gowa dua priode ini, perluasan kewenangan bukan persoalan utama dalam pemerintahan.
Hal yang perlu diperhatikan, lanjutnya, adalah kebijakan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. "Dengan begini Pemprov Sulsel tetap enjoy kok," kata Syahrul menanggapi pertanyaan wartawan soal adanya indikasi beberapa kepala daerah di Sulsel tidak mengakomodir kebijakan Pemprov, karena minimnya kewenangan gubernur.
Menteri Dalam Negeri, Mardiyanto usai meninjau Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Makassar kemarin, mengatakan rencana penghapusan pemilihan langsung dalam Pilgub masih bergulir di DPR RI. Namun, ia mengakui kecenderungan penghapusan pemilihan langsung semakin menguat.
"Dari hasil telaah DPR RI kebijakan yang paling tepat tidak perlu ada pemilihan langsung. Sebab gubernur yang membawahi banyak kabupaten/kota membutuhkan biaya yang tinggi, " terangnya.
"Kebijakan inikan merujuk dari fakta empiris Pilgub di beberapa daerah seperti Jawa Timur yang harus tiga putaran," katanya.
Informasi yang diperoleh BKM, revisi UU 32/2004 tersebut telah menelorkan beberapa wacana, diantaranya Pilgub diawali dengan DPRD di setiap provinsi menyeleksi para kandidat calon gubernur dengan menyaring kandidat sesuai visi dan misi daerah masing-masing. Hasil seleksi kandidat diajukan ke pemerintah pusat, kemudian pemerintah pusat kembali menggelar seleksi kandidat dan hasilnya sekurang-kurangnya tiga nama.
Hasil seleksi dikembalikan ke DPRD masing-masing untuk dipilih berdasarkan mufakat atau suara terbanyak. Kandidat yang terpilih nantinya dilantik presiden.

Comments (0)